Senin, 04 April 2011

ANTOLOGI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM


MATERI
MUHAMMAD SEBELUM KENABIAN
PENDAHULUAN
Sosok manusia terpopuler sepanjang masa  telah lahir di padang pasir tandus menjelang akhir abad keenam Masehi. Namanya paling banyak disebut, dan tak tertandingi oleh toko dunia dimanapun di muka bumi. Keluhuran budi pekertinya menjadi suri teladan bagi siapapun yang mendambakan kedamaian dan kebahagiaan. Ajaran yang dibawanya menjadi obor penerang bagi setiap pecinta kebenaran. Beliau adalah nabi terakhir yang diutus Tuhan kepada umat manusia dan menjadi penyempurna dari ajaran-ajaran yang dibawa oleh nabi Allah terdahulu. Beliau lahir di tengah-tengah masyarakat Arab jahiliah yang menjadikan nafsu sebagai panglima, mempertuhan materi dan kekayaan serta membanggakan nasab dan keturunan. Di tengah-tengah masyarakat yang meraba-raba dalam kegelapan moral yang pekat, beliau nyalakan pelita kebenaran. Beliau damaikan suku-suku yang bermusuhan dan di persatukannya pula kabilah-kabilah yang terperangkap dalm kotak-kotak ashabiyah yang berserakan dan menyesatkan ke dalam sebuah keluarga besar “Islam”. Dua puluh tahun lebih beliau bekerja keras dan akhirnya berhasil.
Bagi setiap muslim, mempelajari dan memahi kehidupan perjuangan Muhammad, dan mengikuti ajaran adalah kewajiaban. Tulisan ini memang tidak menyajikan uraian yang rinci dan detail, namun telah diupayakan  untuk memberikan gambaran yang utuh sekalipun hanya dalam garis besar. Rujukan yang digunakan untuk tulisan ini diharapkan bisa sedikit membantu para pembaca untuk memperluas wawasan dan mengetahui lebih jauh kehidupan dan perjuangan beliau.
A.    Muhammad Sebelum Kenabian
Muhammad saw dilahirkan pada hari Senin 12 Rabi’ul Awal Tahun Gajah, bertepatan dengan 20 April tahun 571 M. Ayahnya bernama Abdullah ibn Abd al-Muthalib dan ibunya bernama Aminah binti Wahab. Beliau berasal dari kalangan bangsawan Quraisy, beliau dilahirkan dalam keadaan yatim, karena itu setelah kelahiran beliau diasuh oleh kakeknya yaitu Abdul Muthalib. Setelah kakeknya meninggal dunia beliau kemudian diasuh oleh saudara ayahnya yaitu Abu Thalib.
Ketika Muhammad menginjak usia 24 tahun Abu Thalib menawarkan keponakannya itu kepada Khadijah binti Khuwailid untuk menjalankan perdagangannya ke Syiria. Sikap dan tutur kata Muhammad membuat Khadijah kagum terhadapnya, sehingga menimbulkan hasrat untuk menjadikan Muhammad sebagai pendamping hidupnya. Ketika Muhammad menyatakan setuju dan Abu Thalib merestuinya, pinanganpun dilakukan, selanjutnya diresmikan pernikahan antara keduanya. Ketika itu Muhammad berusia 25 tahun, sedangkan Khadijah 40 tahun.
Muhammad semakin populer di kalangan penduduk Mekah, setelah berhasil mendamaikan para pemuka Quraisy ketika mereka berselisih siapa yang paling berhak meletakkan Hajar Aswad di tempat semula. Pertumpahan darah dapat dicegah ketika Abu Umayyah bin Mughirah al-Makhzumi mengusulkan agar putusan diserahkan kepada orang yang pertama kali memasuki pintu Shafa. Ternyata yang memasuki Shafa adalah Muhammad, usul itupun diterima oleh semua kabilah yang berselisih. Muhammad meminta disediakan sehelai kain, kain itu dihamparkan lalu batu diletakkan di atasnya dengan tangan beliau sendiri. Disuruhnya setiap ketua kabilah memegang ujung kain itu, lalu mengangkatnya bersama-sama dan memembawanya ke tempat batu itu akan diletakkan. Kemudian beliau mengambil batu itu dari atas kain tersebut dan meletakkannya ke tempat semula. Putusan ini memuaskan semua pihak yang bertikai. Dalam peristiwa ini  Muhammad dijuluki Al-Amin oleh kaumnya. Peristiwa ini terjadi pada tahun 605, ketika Muhammad berusia 35 tahun.
Popularitas Muhammad tidak muncul secara tiba-tiba. Sejak masih kanak-kanak sampai dewasa dan kemudian diangkat menjadi Rasul, beliau dikenal berbudi luhur dan berkepribadian mulia, tidak ada perbuatan tercela yang dapat dituduhkan kepadanya. Beliau tidak pernah menyembah berhala, memakan daging yang disembelih untuk berhala, minum khamar dan mendatangi tempat permainan dan perjudian. Beliau dikenal pemalu namun murah hati, mudah bergaul dan bijaksana. Apabila ada yang mengajak bicara didengarkannya dengan baik dan tidak mengalingkan muka dari lawan bicaranya, lisannya fasih, bicaranya sedikit dan lebih banyak mendengarkan . bila bicara sungguh-sungguh, kendatipun sekali-kali membuat humor, namunyang dikatakannya adalah hal yang sebenarnya. Bila beliau marah tidak pernah memperlihatkan kemarahannya, selain tampak sedikit keringat yang keluar dari keningnya disebkan menahan rasa marah.
Suku Rasulullah 
            Rasulullah berasal dari kalangan bangsawan Quraisy. Kabilah Quraisy terkenal sebagai pedagang yang menguasai jalur niaga Yaman-Hijaz-Syiria. Mereka juga mendominasi perdagangan lokal dengan memanfaatkan hadirnya para penziarah Ka’bah, terutama musim haji. Kabilah Quraisy menambah harum ketika Qushai menjadi penguasa atas Makkah setelah mengalahkan Bani Khuza’ah. Kabilah Quraisy dipandang mulia tidak hanya oleh mereka yang bertempat tinggal tetap, tetapi dihormati pula oleh mereka yang hidup secara nomaden. Oleh karena itu, mereka selalu aman dari gangguan penyamun padang pasir yang ditakuti oleh kabilah-kabilah yang lalu lalang di pedalaman Jazirah Arab.
PERJUANGAN RASULULLAH DI MAKKAH DAN MADINAH
A.    Perjuangan Rasulullah di Makkah
Pada malam Senin 17 Ramadhan tahun 13 sebelum Hijriyah bertepatan dengan 6 Agustus 610 M. Selagi Muhammad berkhalwat di gua Hira[2], Jibril menyampaikan wahyu pertama yaitu lima dari Surat al-Alaq. Setelah menerima wahyu itu Muhammad segera pulang dengan hati cemas dan badan menggigil karena ketakutan. Beliau meminta Khadijah menyelimutinya. Setelah tenang beliau menceritakannya kejadian yang baru saja terjadi di alaminya di gua Hira, dan menyatakan khawatir terhadap dirinya sendiri. Khadijah berusaha menenangkan beliau, kemudian pergi menemui Warafah bin Naufal, saudara sepupunya, meninggalkan beliau yang tidur lelap kelelahan.
            Pada waktu itu Waraqah sudah memeluk agama Nasrani dan memiliki pengetahuan tentang naskah-naskah kuno. Setelah mendengar cerita dari Khadijah tentang yang dialami suaminya, ia mengatakan yang datang kepada Muhammad adalah Namus (Jibril) yang pernah diutus Allah kepada Nabi Musa as. Ia menegaskan bahwa dengan turunnya wahyu itu Muhammad telah diangkat menjadi Nabi untuk umat ini, seraya memberitahukan bahwa pada saatnya nanti beliau akan diusir oleh kaumnya dari kampung halamannya sendiri. Ia berharap masih hidup pada saat terjadi pengusiran itu, dan berjanji akan memberi pertolongan yang sungguh-sungguh kepada beliau.[3]
            Pada saat beliau tidur melepaskan lelah, turunlah Surat al-Muddatstir ayat satu sampai tujuh.[4] Setelah menerima wahyu yang kedua ini Muhammad bangkit lalu berkata kepada istrinya yang baru pulang dari rumah Waraqah, bahwa Jibril telah menyampaikan perintah Tuhan agar beliau memberi peringatan kepada umat manusia, dan mengajak mereka supaya beribadah dan patuh hanya kepada-Nya. Akan tetapi siapa yang akan diajak dan siapa pula yang akan mendengarkan?[5] Wahyu yang kedua ini menandai penobatan Muhammad sebagai Rasulullah.
Rasulullah melaksanakan tugas risalahnya selama 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah, dakwah dalam periode makkah ditempuh melalui tiga tahap. Tahap pertama adalah dakwah secara diam-diam. Dalam tahp ini Rasulullah mengajak keluarga yang tinggal di serumah dan sahabat terdekatnya agar meninggalkan agama berhala dan beribadah hanya kepada Allah semata. Dalam fase ini yang pertama menyatakan beriman adalah Khadijah, Ali bin Abi Thalib dan Ziad bin Haritsah. Dari kalangan sahabat, Abu Bakarlah yang menyatakan keimannya, kemudian diikuti Utsman bin Affan, Zubair bn Awam, Said bin Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, Abd al-Rahman ibn Auf, Abu Ubaidah bin Jarrah, Arqam bin Abi al-Arqam, Bilal bin Rabba dan beberapa penduduk Makkah yang lain. Rasulullah mengajarkan Islam kepada mereka di rumah Arqam bin Abi al-Arqam. Mereka menjalankan agama baru ini secara sembunyi-sembunyi sekitar 3 tahun lamanya.[6]
            Tahap kedua adalah dakwah semi terbuka. Dalam hal ini Rasulullah menyuruh keluarganya dalam lingkup yang lebih luas, yang menjadi sasaran utama seruan ini adalah Bani Hasyim. Sesudah itu Rasulullah memperluas jangkauan seruannya kepada seluruh penduduk Makkah.  Langka ini menandai mulainya tahap ketiga, yaitu dakwah terbuka. Sejak saat itu Islam menjadi perhatian dan pembicaraan penduduk.
            Ketika gerakan Rasulullah makin meluas, jumlah pengikutnya bertambah banyak dan seruannya makin tegas dan lantang, bahkan secara terang-terangan mengecam agama berhala dan mencela kebodohan nenek moyang mereka yang memuja berhala itu. Orang Quraisy terkejut dan marah, mereka bangkit dan menentang dakwah Rasulullah dan dengan bermacam cara berusaha menghalag-halanginya. Penolakan kaum Quraisy terhadap Islam mendorong Rasulullah mengintensifkan dakwahnya.  Namun kaum Quraisy tak patah arah, mereka melakukan bermacam cara untuk membendung ajaran Rasulullah, mulai dari bujukan, ancaman, intimidasi, bahkan penyiksaan fisik. Menghadapi tekanan berat itu Rasulullah menganjurkan para pengikutnya untuk pengungsi ke Habsyi.
            Kegagalan musyrikin Quraisy menghentikan dakwah Rasulullah  antara lain karena Rasulullah dilindungi oleh Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Menyadari hal ini mereka memboikot dua keluarga besar pelindung Rasulullah itu, dengan memutuskan hubungan mereka dengan pihak luar berkenaan dengan perkawinan, jual beli, dan lain-lain. Keputusan tentang larangan ini di gantungkan di pada dinding Ka’bah. Pemboikotan berlangsung selama tiga tahun dan baru berakhir ketika Zuhair bin Umayyah dan beberapa kawannya merobeknya.
            Belum lagi sembuh kepediahan yang dirasakn Rasulullah akibat pemboikotan itu, Abu Thalib dan Khadijah meninggal dunia. Oleh karena itu, tahun ini disebut dengan ‘am al-huzn, tahun kesedihan. Kemudian Rasulullah mencoba pergi Thaif untuk menyampaikan dakwah  kepada para pemuka kabilah disana. Upaya ini gagal, bahkan mereka mengusir Rasulullah dari sana. Pada saat mengalami ujian berat, Rasulullah di perintahkan untuk melakukan perjalanan malam dari Masjidil al-Haram ke Bait al-Maqdish, kemudian dinaikkan menembuas langit sampai ke Sidrah al-Muntaha. Peristiwa ini dikenal dengan Isra dan Mi’raj yang terjadi pada malam 17 Rajab tahu 11 susudah kenabian. Bagi kaum Quraisy, peristiwa itu menjadi bahan untuk mengolok-olokan beliau bahkan menuduhnya manusia yang berotak tidak waras.
            Pada saat musim haji, Suwaid ibn Shamit seorang tokoh Aus dari Yatsrib menyatakan tertarik pada ajaran Rasulullah.[7] Selang beberapa lama Iyas ibn Mu’adz, seorang pemuda Khazraj juga menyatakan keislamnnya. Aus dan Khazraj adalah dua kabilah Arab terkemuka di Yatsrib yang selalu bermusuhan. Pada musim haji tahun 11 setelah kenabian, beberapa orang Khazraj, dua di antaranya Bani Najran masuk Islam. Pada musim haji selanjutnya 12 orang laki-laki dan seorang perempuan dari Yatsrib menemui Rasulullah di Aqabah untuk menyatakan keislamannya, peristiwa ini dikenal dengan Baiah al-Aaqabah al-Ula.
Setahun kemudian, pada malam hari seusai menunaikan ibadah haji, terjadi Baiah yang kedua (Baiah al-‘Aqabah al-Tsaniyah). 73 orang masuk laki-laki dan dua orang perempuan dari Yatsrib didampingi Abbas ibn Abd al-Muthalib, 12 orang pemuka Aus dan Khazraj  bertemu Rasulullah di Aqabah untuk mengucapkan sumpah setia kepada Rasulullah walaupun jiwa dan harta taruhannya.
            Setelah Baiah Aqabah kedua tindakan kekerasan terhadap kaum muslimin makin meningkat, bahkan musyrikin Quraisy sepakat untuk membunuh Rasulullah.  Menghadapi masalah ini Rasulullah menganjurkan para sahabat segera pindah ke Yatsrib. Rasulullah baru meniggalkan mekkah setelah kaum seluruh muslimin, kecuali Ali dan keluargaya serta Abu Bakar dan keluarganya, sudah keluar dari makkah. Ketika akan berangkat, Rasulullah meminta Ali untuk tidur di kamarnya guna mengelabuhi musuh yang berencana membunuhnya. Beliau berangkat ke gua Tsur, arah selatan Makkah, di temani Abu Bakar. Mereka bersembunyi di gua Tsur selama tiga malam.
Kedatangan Rasulullah disambut hangat penuh penuh kegembiran oleh kaum Anshar. Kemudian mereka kaum muslimin membangun masjid atas perintah Rasulullah. Sejak kedatangan Rasulullah, Yatsrib berubah menjadi Madinah al-Rasul atau al-Madinah al-Munawwarah.

B.     Perjuangan Rasulullah di Madinah
            Pekerjaan besar yang dilakukan Rasulullah dalam periode Madinah adalah pembinaan terhadap masyarakat Islam yang baru terbentuk.  Dasar-dasar kebudayaan yang diletakkan Rasulullah pada umumnya itu merupakan sejumlah nilai dan norma yang mengatur manusia dan masyarakat dalam hal yang berkaitan dengan peribadatan, sosial, ekonomi, dan politik yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah.[8] Lembaga utama dan pertama yang dibangun Rasulullah dalam rangka pembinaan masyarakat ini adalah masjid.
            Muhammad bukan hanya seorang Nabi atau Rasul, tapi juga seorang yang ahli poltik yang ulung, ini ditunjukkan dengan adanya Piagam Madinah yaitu perjanjian damai dengan penduduk non muslim Madinah. Sehingga dari hari ke hari pengaruh Islam semakin kuat di kota ini.
            Beberapa asas masyarakat Islam yang telah diletakkan Rasullullah antara lain al-ikha (persaudaraan), al-musawah (persamaan), al-tasamuh (toleransi), al-tasyawur (musyawarah), al-ta’awun (tolong menolong), dan al-adalah (keadilan).
            Jumlah orang-orang yang mengakui kerasulan Muhammad semakin banyak, sehingga kekuatan Islam diperhitungkan oleh pihak-pihak yang tidak menyukainya. Ada tiga kekuatan yang secara nyata memusuhi agama ini, yaitu orang-orang Yahudi, orang-orang Munfik dan kafir Quraisy dengan sekutunya.
1.      Rongrongan kaum Yahudi
Kaum Yahudi Madinah yaitu Bani Qainuqa, Bani Nadhir dan Bani Quraidhah. Ketika Bani Nadhir diusir dari Madinah, merak bersekutu dengan kabilah-kabilah besar Arab seperti Quraisy, Ghathfa, Bani Murrah dan lain-lain untuk menyerang Madinah. Perang ini disebut perang Ahzab pada tahun 5 H. Kota Madinah dikepung, sehingga kaum muslimin terancam kelaparan.
2.      Rongrongan kaum Munafik
Keberadaan prang-orang munafik tidak bisa diabaikan begitu saja sebagai ancaman yang sangat membahayakan, pengaruh mereka memang tidak begitu besar, namun apabila dibiarkan bisa menimbulkan malapetaka yang merugikan perjuangan umat Islam.
3.      Rongrongan Kafir Quraisy dan Sekutunya
Sikap permusuhan kafir Quraisy terhadap Islam tidak berhenti dengan kepindahan Rasulullah dan para sahabatnya ke Madinah.
Perang sebagai jawaban atas sikap permusuhan kafir Quraisy terjadi pertama kali di lembah Badar, pada tanggal 17 Ramadhan 2 H.

            Pada bulan Dzu al- Qa’dah  6 H, Rasulullah dan sekitar 10.000 sahabatnya berangkat ke Makkah untuk menunaikan umrah dan haji.  Sesudah islam mencapai kemenangan di seluruh Jazirah Arab, hanya kabilah-kabilah yang terpencar-pencar yang belum menganut Islam. Ketika pemuka-pemuka kabilah itu mengetahui, bahwa Makkah sudah dikuasai oleh kaum muslimin, mereka menyadari tidak mungkin lagi ada kekuatan yang mampu memerangi kaum muslimin. Oleh karena itu, sejak tahun 9 H (630/631 M) para utusan kabilah-kabilah datang berbondong-bondong menghadap Rasulullah menyatakan masuk Islam.
            Setelah tercipta keteangan diseluruh Jazirah Arab menyusul pengakuan keislaman dari kabilah-kabilah Arab yang mencapai puncaknya pada ‘am al-wufud, Rasulullah bermaksud menunaikan haji ke Baitullah. Tepat tengah di Arafah, beliau menyampaikan pidato yang amat penting, yang ternyata merupakan pidatonya yang terakhir di hadapan khalayak yang berjumlah amat banyak, sehingga pidato itupun kemudian dikenal dengan khutbah al-wada’i (pidato perpisahan).
            Kira-kira tiga bulan sesudah menunaikan ibadah haji yang penghabisan itu, Rasulullah menderita demam beberapa hari. Beliau menunjuk Abu Bakar untuk menggantikan beliau mengimami shalat jama’ah. Pada hari Senin 12 Rabiul Awal 11 H bertepatan dengan 8 Juni 632 M Rasulullah menghembuskan nafasnya yang terakhir, menghadap kehadirat Allah SWT dalam usia 63 tahun. Tidak ada harta benda yang berarti yang di tinggalkan beliau untuk keluarganya, selain pesan-pesan amat berharga yang kelak tetap hidup sepanjang sejarah. Pemimpin terbesar dunia sepanjang sejarah itu telah menyelesaikan tugasnya dan kembali kepada Tuhannya. Beliau wafat dengan tenang di tengah-tengah pendukungnya yang setia dan mencintainya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepadanya, kepada keluarga dan para sabatnya dan kepada seluruh pengikutnya yang setia melaksanakan ajaran dan sunahya.
KESIMPULAN
Muhammada adalah Nabi terakhir yang diutus Allah untuk umat manusia. Rasulullah lahir dari kalangan bangsawan Quraisy, kabilah Quraisy terkenal sebagai pedagang yang menguasai jalur niaga Yaman-Hijaz-Syiria. Sejak masih kanak-kanak sampai dewasa dan kemudian diangkat menjadi Rasul, beliau dikenal berbudi luhur dan berkepribadian mulia, tidak ada perbuatan tercela yang dapat dituduhkan kepadanya. Muhammad bukan hanya seorang Nabi atau Rasul, tapi juga seorang yang ahli poltik yang ulung, ini ditunjukkan dengan adanya Piagam Madinah yaitu perjanjian damai dengan penduduk non muslim Madinah.
Kabilah Quraisy terkenal sebagai pedagang yang mengusai jalur niaga Yaman-Hijaz-Syiria. Mereka juga mendominasi perdagangan lokal dengan memanfaatkan hadirnya para penziarah Ka’bah, terutama musim haji. Kabilah Quraisy menambah harum ketika Qushai menjadi penguasa atas Makkah setelah mengalahkan Bani Khuza’ah. Kabilah Quraisy dipandang mulia tidak hanya oleh mereka yang bertempat tinggal tetap, tetapi dihormati pula oleh mereka yang hidup secara nomaden. Oleh karena itu, mereka selalu aman dari gangguan penyamun padang pasir yang ditakuti oleh kabilah-kabilah yang lalu lalang di pedalaman Jazirah Arab.
Rasulullah melaksanakan tugas risalahnya selama 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah, dakwah dalam periode makkah ditempuh melalui tiga tahap. Tahap pertama adalah dakwah secara diam-diam, tahap kedua adalah dakwah semi terbuka, dakwah terbuka. Dakwah Rasulullah di Makkah ditentang keras oleh kaum Quraisy, bermacam cara dilakukan oleh kaum Quraisy untuk menggagalkan dakwah Rasul.
Pekerjaan besar yang dilakukan Rasulullah dalam periode Madinah adalah pembinaan terhadap masyarakat Islam yang baru terbentuk.  Dasar-dasar kebudayaan yang diletakkan Rasulullah pada umumnya itu merupakan sejumlah nilai dan norma yang mengatur manusia dan masyarakat dalam hal yang berkaitan dengan peribadatan, sosial, ekonomi, dan politik yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Lembaga utama dan pertama yang dibangun Rasulullah dalam rangka pembinaan masyarakat ini adalah masjid. Beberapa asas masyarakat Islam yang telah diletakkan Rasullullah antara lain al-ikha (persaudaraan), al-musawah (persamaan), al-tasamuh (toleransi), al-tasyawur (musyawarah), al-ta’awun (tolong menolong), dan al-adalah (keadilan).
Ada tiga kekuatan yang secara nyata memusuhi agama ini, yaitu
1.      Rongrongan kaum Yahudi
2.      Rongrongan kaum Munafik
3.      Rongrongan Kafir Quraisy dan Sekutunya

Setelah tercipta ketenangan diseluruh Jazirah Arab menyusul pengakuan keislaman dari kabilah-kabilah Arab yang mencapai puncaknya pada ‘am al-wufud, Rasulullah bermaksud menunaikan haji ke Baitullah. Tepat tengah di Arafah, beliau menyampaikan pidato yang amat penting, yang ternyata merupakan pidatonya yang terakhir di hadapan khalayak yang berjumlah amat banyak, sehingga pidato itupun kemudian dikenal dengan khutbah al-wada’i (pidato perpisahan). Kira-kira tiga bulan sesudah menunaikan ibadah haji yang penghabisan itu, Rasulullah menderita demam beberapa hari. Pada hari Senin 12 Rabiul Awal 11 H bertepatan dengan 8 Juni 632 M Rasulullah menghembuskan nafasnya yang terakhir, menghadap kehadirat Allah SWT dalam usia 63 tahun. Beliau wafat dengan tenang di tengah-tengah pendukungnya yang setia dan mencintainya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepadanya, kepada keluarga dan para sabatnya dan kepada seluruh pengikutnya yang setia melaksanakan ajaran dan sunahya.
DAFTAR  PUSTAKA
Syalabi, Ahamd. 2003. Sejarah dan Kebudayaan. Jakarta : Pustaka Al-Husna Baru.
Ali,K. 2003. Sejarah Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.













MATERI
SETTING SEJARAH SOSIAL
MASA ABU BAKAR DAN UMAR BIN KHATTAB[9]

PENDAHULUAN
Al-Khulafa al-Rasyidin merupakan pemimpin Islam dari kalangan sahabat, pasca Nabi Muhammad SAW wafat. Mereka merupakan pemimpin yang dipilih langsung oleh para sahabat melalui mekanisme yang demokratis. Siapa yang dipilih, maka sahabat yang lain berhak untuk memberikan bai`at (sumpah setia) pada calon yang terpilih tersebut. Perjalanan empat Khalifah akhirnya dipimpin oleh Abu Bakar Shiddiq, Umar Ibn Khattab, Usman Ibn Affan, dan Ai ibn Abi Thalib( selanjutnya masing-masing mereka sebut Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali).
Al-Khulafa` al-Rasyidin adalah para pengganti Nabi . Islam sebagai sebuah ajaran dan Islam sebagai institusi Negara mulai tumbuh dan berkembang pada masa teraebut. Dalam Islam kedaulatan tertinggi ada pada Allah SWT, sehingga para pengganti Nabi tidak memiliki fasilitas “ekstra” dalam ajaran Islam untuk menetukan sebuah hukum baru, namun mereka merupakan pelaksana hukum. Kecuali, pada masa Abu Bakar dalam hal tertentu seperti menentukan ukuran zakat atau jual beli binatang. Pada masa Umar kebijaksanaan ekonomi tentang jual beli tanah diluar arab, pemberian tiga talaq sekaligus dihitung menjadi satu talaq, pembatalan nikah muth`ah,penerapan atau jual beli kuda, dan penetapan kharaj,sesuai dengan aturan yang berlaku di daerah yang di taklukan. Untuk melaksanakan aturan-aturan tersebut Khalifah bermusyawarah dengan para ahli hukum.
Al-Khulafa` al-Rasyidin sebagai kepala pemerintahan dan memiliki hak penuh dalam urusan dunia, namun ia harus tunduk kepada Majlis Syura, tanpa persetujuan Majlis Syura tersebut, maka khalifah tidak dapat mengeluarkan kebijakan apapun. Di sinilah prinsip demokrasi telah mulai tertanam pada awal perkembangan Islam. Pemiliham khalifah hampir sama pada masa dengan pemilihan pada masa pra-Islam, yaitu cara pemilihan kepala suku, mereka dipilih oleh rakyat. Ada dua cara untuk memilih khalifah, yaitu pertama, secara musyawarah oleh bebrapa sahabat Nabi. Kedua, berdasarkan atas penunjukan khalifah sebelumnya.
1.  Setting Sejarah Sosial Pada Masa Abu Bakar Dan Umar Bin Khattab
ABU BAKAR AS-SHIDIQ
Di masa jahiliah Abu Bakar bernama Abdul Ka’bah,lalu Nabi merubah namanya menjadi Abdullah Kuniyahnya Abu Bakar. Beliau mendapat gelar as-shiddiq (yang amat membenarkan)karena sangat membenarkan rasul dalam berbagai macam peristiwa,terutama peristiwa Isra’ dan Mi’raj dan beliau terkenal sebagai seorang yang jujur dan berhati suci. Sesudah Rasulullah wafat Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, dan pada waktu itu juga peristiwa wafatnya Nabi kaumnya menjadikan suatu kesempatan untuk menyatakan terus terang apa yang selama ini tersembunyi dalam hati mereka menyatakan kemurtadan dari agama islam, banyak di antara bangsa Arab memandang bahwa agama Islam menjadikan mereka di bawah kekuasaan suku Quraisy.
Melihat fakta-fakta tersebut dapat kita katakan bahwa jalan sejarah Tanah Arab sudah berbalik surut ke belakang. Dan sesudah Nabi pulang ke rahmatullah, agama islam menghadapi krisis yang maha hebat yang hampir saja merobohkan, ada golongan yang murtad, ada pula orang-orang yang mengaku dirinya nabi di samping itu ada pula golongan ketiga,yaitu orang-orang yang tidak mau membayar zakat.
Di dalam kesulitan yang memuncak inilah kelihatan kebesaran jiwa dan ketabahan hati Abu Bakar dengan tegas menyatakannya seraya bersumpah,bahwa beliau akan memerangi semua golongan yang telah menyeleweng dari kebenaran, biar yang murtad maupun yang mengaku jadi nabi,ataupun yang tidak mau membayar zakat. Sehingga semuanya kembali kepada kebenaran,atau beliau gugur sebagai syahid dalam mempermuliakan agama Allah. Ketegasan Abu Bakar ini di sambut dan didukung kuat oleh golongan terbesar dari kaum muslimin dan orang Quraisy.
               Abu Bakar memegang kendali pemerintahan selama dua tahun lebih sedikit. Kemudian beliau merasa sakit,lalu berpulang ke rahmatullah. Masa dua tahun lebih sedikit itu adalah masa yang  amat singkat,tetapi,masa yang singkat itu dapat di pandang sebagai masa yang menentukan bagi sejarah islam.

UMAR IBNU KHATTAB
Pada masa jahiliah Umar bekerja sebagai seorang saudagar dia menjadi duta kaumnya di kala timbul peristiwa-peristiwa penting antara kaumnya dengan suku arab yang lain. Sebelum islam begitu juga sesudahnya. Umar terkenal sebagai seorang pemberani yang tidak mengenal takut dan gentar dan mempunyai ketabahan dan kemauan yang keras,yang tiada mengenal bigung dan ragu.
Pada masa pemerintahan Umar Ibnu Khattab keadaan balatentara Islam telah jauh lebih kuat dari pada laskar bangsa romawi,umar bukan saja menciptakan peraturan-peraturan baru, beliau juga memperbaiki dan mengadakan perubahan terhadap peraturan-peraturan yang telah ada bila kelihatan bahwa peraturan itu perlu di perbaiki dan di rubah.
Dengan kesabaran dan ketabahan hati Abu Bakar, cahaya yang terang menderang itu dapat di kembalikan lagi. Kemudian datanglah Umar Ibnu Khattab di hiasinya dunia islam dengan peraturan-peraturan yang paling baik dan bagus. Dan sampai sekarang alam Islami masih tetap hidup menikmati cahaya utama yang sebagian terbesar bersumber dari nabi dan dua orang sahabatnya yang besar itu.

2. Sejarah perkembangan penulisan Al-Qur`an pada masa Abu Bakar dan Umar bin Khattab
Abu Bakar menjalani urusan Islam sesudah Rasulullah. Ia dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang arab. Karena itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkanya untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun 12 H melibatkan sejumlah besar sahabat yang hafal Al-qur`an dalam peperangan ini 70 qori` dari para sahabat gugur. Umar bin Khattab merasa sangat khawatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Al-qur`an karena di khawatirkan akan musnah.
Di segi lain Umar bin Khattab merasa khawatir juga kalau peperangan ditempat lain akan membunuh banyak qori` pula, sehingga Al-qur`an akan hilang dan musnah, Abu Bakar menolak usulan itu dan keberatan melakukan apa yang tidak perrnah dilakukan Rasulullah. Tetapi Umar tetap membujuknya sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan Umar tesebut. Kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit, mengingat kedudukanya dalam qiro`at, penulisan pemahaman dan kecerdasanya, serta kehadiranya pada pembacaan yang terakhir kali.
Zaid bin tsabit melalui tugasnya yang berat ini dengan bersandar pada hafalan yang ada dalam hati para qurro` dan catatan yang ada pada penulis. Zaid bin Tsabit bertindak sangat teliti, hati-hati. Ia tidak mencukupkan pada hafalan semata tanpa disertai dengan tulisan. Dan Zaid tidak mau menerima dari Al-Qur`an mengenai seseorang sebelum disaksikan oleh dua orang saksi. Ini menunjukkan bahwa Zaid tidak merasa puas hanya dengan adanya tulisan semata sebelum tulisan itu disaksikan oleh orang yang menerimanya secara pendengaran (langsung dari Rasul) sekalipun Zaid sendiri hafal.
Bahwa Al-qur`an sudah tercatat sebelum masa itu,yaitu pada masa Nabi. Tetapi masih berserakan pada kulit-kulit, tulang dan pelepah kurma. Kemudian Abu bakar memerintahkan agar catatan-catatan  tersebut dikumpulkan dalam satu mushaf, dengan ayat-ayat dan surah-surah yang tersusun serta di tuliskan dengan sangat berhati-hati dan mencakup tujuh huruf yang dengan itu Al-qur`an di turunkan. Kemudian lembaran-lembaran (kumpulan) itu disimpan di tangan Abu bakar. Setelah ia wafat pada tahun 13 H, lembaran-lembaran itu berpindah ke tangan Umar bin Khattab dan tatap berada di tanganya hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ke tangan Hafsah putri Umar.

3.  Sejarah perkembangan tokoh-tokoh tafsir dan hadis pada masa Abu Bakar dan Umar
Pada masa Khalifah Abu bakar dan Umar, periwayatan hadis tersebar secara terbatas. Penulisan hadis pun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi. Bahkan, pada masa itu, Umar melarang para sahabat untuk memberbanyak meriwayatkan hadis, dan sebaliknya Umar menekankan agar para sahabat mengerahkan perhatianya untuk menyebarluaskan Al-Qur`an.
Diantara para sahabat yang terkenal banyak menafsirkan Al- Qur`an adalah empat Khalifah,Ibnu Mas`ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka`ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al Asyari, Abdullah bin Zubair, Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Jabir bin Abdullah, Abdullah bin Amr bin Ash dan Aisyah, dengan terdapat perbedaan sedikit atau banyaknya penafsiran merka. Cukup banyak riwayat-riwayat yang di nisbatkan kepada mereka dan kepada sahabat yang lain di berbagai tempat tafsir bil ma`shur yang tentu saja berbeda – beda derajat keshahihan dan kedhoifanya di lihat dari sudut sanad ( mata rantai periwayatan).



KESIMPULAN
Setelah Nabi Muhammad wafat pada tanggal 13 Rabiul Awwal tahun 11 H, mulailah periode Al-Khulafa` al-Rasyidin atau fase baru. Pada periode ini muncul persoalan baru dan diselesaikan dengan pemikiran/ijtihad.
Periode Abu Bakar 632-634 M, sangat singkat hanya dua tahun lebih, ia mampu mengamankan negara baru Islam dari perpecahan dan kehancuran, baik di kalangan sahabat mengenai persoalan pengganti Nabi maupun tekanan-tekanan dari luar dan dalam.Seperti ekspedisi ke luar negri, menghadapi para pembangkang terhadap negara dengan tidak mau bayar pajak(zakat), dan penumpasan nabi-nabi palsu, serta pengiriman tentara secara serentak untuk menghadapi para pembangkang di daerah-daerah jazirah Arab guna memanfaatkan sumber daya manusia yang besar.
Menjelang wafat, Abu Bakar menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantinya. Denagn demikia Abu Bakar menyelesaikan persoalan calon penggant,supaya tidak muncul problem seperti ketika Nabi tinggalkan umat Islam dalam memilih pengganti timbul perselisihan yang nyaris Islam ke gerbong kehancuran.
Pada periode khalifah Umar bi Khattab(634-644), peta Islam meluas di Timur sampai perbatasan India dan ssebagia Asia Tengahdi Barat sampai Afrika Utara. Umar melakukan reformasi dalam pemerintahan Selama memimpin dalam kurun waktu sepuluh tahun, ia termasuk pemimpin yang berhasilterutama bagi kesejahteraan rakyat dan peraturan Islam yang semakin kokoh.
Pada masa Abu Bakar dan Umar periwayatan hadis masih terbatas sekali. Hadis disampaikan kepada yang memerlukan saja dan apabila perlu saja, belum bersifat pelajaran. Perkembangan hadis dan memberbanyak riwayatnya, terjadi sesudah masa Abu Bakar dan Umar, yaitu masa Usman dan Ali.

DAFTAR PUSTAKA
Syalabi, Ahmad, 1987 “Sejarah dan Kebudayaan Islam” Pustaka Alhusna, Jakarta Pusat
Karim, M.Abdul,2009 “Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam” Pustaka Book Publisher : Yogyakarta
Kholis, Nur M.Ag, 2008 “Pengantar Studi Al-Qur`an dan Al-Hadits” Teras : Yogyakarta
Sholahudin, Agus M.Ag, Suyadi, Agus Lc M.Ag, 2009 “Ulumul Hadis” Pustaka Setia: Bandung
Al-Qattan, Manna Khalil, “Studi Ilmu-ilmu Qur`an “ Pustaka Litera AntarNusa, Jakarta





MATERI
KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN[10]

PENDAHULUAN
A.    LatarBelakang
Kholifah Utsman bin Affan merupakan kholifah ke-3 setelah kholifah Umar bin Khattab, beliau berperan aktif dalam perkembangan islam sebelum maupun sesudah Rasulullah wafat.  Setelah Utsman bin Affan menjadi kholifah, beliau tidak hanya memperluas wilayah tapijuga berperan dalam mengembangkan pemeliharaan Al-Qur’an danHadits.
Disini penulis bermaksud memberikan sedikit pengantar untuk mengenal sejarah Kholifah Utsman bin Affan dalam mengembangkan agama Islam.
B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui sejarah social kholifah Utsman bin Affan.
2.      Untuk mengetahui perkembangan tafsir dan hadits pada masakholifah Utsman bin Affan.
3.      Untuk mengetahui tokoh-tokoh tafsir dan hadits pada masakholifah Utsman bin Affan.
C.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah social kholifah Utsman bin Affan?
2.      Bagaimana perkembangan tafsir dan hadits pada masakholifah Utsman bin Affan?
3.      Siapa saja tokohtokoh dalam perkembangan tafsir dan haditspada masa kholifah?

KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN
A.    Sejarah Sosial
Utsman  termasuk Assabiqunal awwalun yang bergegas menujuseruan Allah. Beliau dijuluki Dzurrotain Walhijrotain. Dijuluki dzurrotain karena beliau menikahi dua putri Rasulullah yakni Ruqoyah dan Ummi Kulsum. Dan walhijrotain karena beliau hijrah dua kali.
Utsman merupakan orang yang sangat pemalu dan jujur, beliau juga saudagar kaya yang dermawan dari qabilah Quraisy.
Utsman termasuk khulafaur rasyidin yang ke-3 setelah kholifah Umar bin Khattab. Pemerintahan kholifah Utsman berlangsung selama 12 tahun. Kekhalifahannya dibagi menjadi dua yaitu pada masa kejayaan pada paroh pertama dan masa kemunduran pada paroh terakhir. Kepemimpinan khalifah Utsman memang sangat berbeda dengan khalifah sebelumnya disebabkan karena umurnya yang lanjut dan sifatnya yang lembut. Akhirnya pada tahun 35 H, kholifah Utsman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang kecewa atas kepemimpinannya.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap kepemimpinan Utsman adalah kebijakannya mengangkat keluarga dalam derajat yang tinggi. Meskipun demikian, tidak berarti pada masanya tidak ada kegiatan-kegiatan yang penting. Utsman berjasa membangun bendungan, mengatur pembagian air ke kota-kota, membangun jalan-jalan, jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.

B.     Perkembangan Al-Qur’an dan Hadits
Perkembangan Al-Qur’an
Penyebaran Islam bertambah luas dan para Qurro’ pun tersebar di berbagai wilayah, dan penduduk disetiap wilayah itu mmpelajari qira’at (bacaan) dari qari’ yang dikirim kepada mereka. Cara-cara pembacaan  (qira’at) Al-Qur’an yang mereka bawakan  berbeda-beda sejalan dengan perbedaan ‘huruf’ yang dengannya Al-Qur’an diturunkan. Apabila mereka berkumpuldisuatu pertemuan atau disuatu medan peperangan, sebagian mereka merasa heran dengan adanya perbedaan  qira’at ini.  Terkadang sebagian mereka merasa puas, karena mengetahui bahwa perbedaan-perbedaan itu semuanya disandarkan kepada Rasulullah.  Tetapi keadaan demikian bukan berarti tidak akan menyusupkan keraguan kepada generasi  baru yang tidak melihat Rasulullah. Dan pada gilirannya akan menimbulkan saling bertentangan bila terus tersiar.
     Ketika Huzaifah bin Al-Yaman dalam peperangan Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Iraq, ia banyak menemukan perbedaan dalam cara-cara membaca Al-Qur’an. Mungkin sebagian  bacaan bercampur  dengan kesalahan, tetapi masing-masing mempertahankan dan berpegang pada bacaannya. Melihat kenyataan demikian Huzaifah menghadap khalifah Utsman untuk mencari solusi terbaik.  Dengan kesepakatan bersama para sahabat sepakat untuk menyalin lembaran-lembaran pertama yang ada pada khalifah Abu Bakar  dan menyatukan umat Islam dengan bacaan tetap pada satu huruf (dialek).
     Utsman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah (untuk ,meminjamkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya). Dan Hafsah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu kepadanya. Kemudian Utsman memanggil Zait bin Tsabit Al-Anshari, Abdullah bin zubair, Said bin Ash, dan abdurrahman bin Haris bin Hisyam. Ketiga orang terakhir ioni adalah orang Quraisy, lalu memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, serta memerintahkan pula agar apa yang diperselisihkan zaid dengan ketiga orang quraisy itu ditulis dalam bahasa qurqisy, karena Al-Qur’an turun dengan logat mereka
     Setelah mushaf-mushaf itu ditulis dalam satu huruf (dialek) dari tujuh  huruf Al-Qur'an seperti yang di tirunkan agar orang berastu dalam satu qiraat. Dan Ustman telah mengembalikan lembaran – lembaran satu mushaf. Dan ditahan nya satu mushaf untuk di madinah, yaitu mushafnya sendiri yang dikenal dengan nama mushaf imam.
Perkembangan Hadits
     Kebijakan pemerintahan Utsman bin Affan tentang periwayatan tidak berbeda dengan apa yang telah ditempuh  oleh kedua kholifah sebelumnya. Namun, langkah yang diterapkan tidaklah setegas langkah khalifah Umar bin Khattab. Pada dasarnya periwayatan Hadits pada masa ini lebih banyak daripada pemerintahan sebelumnya. Sehingga masa ini disebut dxengan ‘ashru iktsaaru riwaayatul hadits.
     Keleluasaan periwayatan hadits tersebut juga disebabkan oleh karakteristik pribadi Utsman  yang lebih lunak dibandingkan dengan khalifah Umar. Selain itu, wilayah kekuasaaan Islam semakin luas juga menyulitkan pemerintah untuk mengontrol riwayat secara maksimal.

C.     Tokoh-Tokoh Tafsir dan Hadits
Pada masa Kholifah Utsman banyak terdapat figur atau tokoh-tokoh dalam mengembangkan Tafsir  (Al-Qur’an) dan Hadits, diantaranya:
1.      Zaid bin Tsabit
2.      Hudzaifah bin al-Yaman
3.      Abdullah bin Zubair
4.      Said bin ‘Ash
5.      Abdurrohman bin Al Harits


MATERI
SETTING SEJARAH SOSIAL MASA ALI BIN ABU THALIB[11]

Pendahuluan
Ali RA memerintah selama 4 tahun 9 bulan. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali RA menon-aktifkan para gubernur yang diangkat oleh Utsman RA. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Utsman RA kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan diantara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar RA.
Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib RA menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali RA tidak mau menghukum para pembunuh Utsman RA , dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman RA yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali RA sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia meminta kepada Thalhah dan Zubair Radhiallahu  agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah Radhiallahu ‘anha dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah Radhiallahu ‘anha diselamatkan oleh Ali dan dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali RA juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus (Syiria), Mu'awiyah RA, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali RA bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu'awiyah RA di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali RA. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib RA umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah yang menyusup pada barisan tentara Ali RA, dan al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali).
      Situasi sosial pada masa Ali itu membawa dampak negatif dalam perkembangan Al Qur’an dan Hadis secara umum, periwayatan hadits pada khususnya. Kepentingan politik telah mendorong pihak-pihak tertentu melakukan pemalsuan hadits. Namun disisi lain, pemeliharaan yang juga disertai perluasan Hadis tidak kalah pesatnya dibandingkan masa-masa sebelumnya.
1.      Setting Sejarah Pemerintahan Ali ibn Abi Thalib (36-41 H/ 656-661 M)
Setelah pengangkatan Ali RA sebagai khalifah, peristiwa pembunuhan Usman bin Affan RA menjadi isu pembicaraan di seluruh penjuru wilayah islam. Zubair dan Thalhah menuntut agar Khalifah segera mmengusut dan menghukum pembunuh Khalifah Usman. Dalam permaasalahan ini Khalifah Ali sangat mempertimbangkan kondisi politik islam khususnya pada wilayah Basrah, Kufah, dan Mesir, sehingga menolak tuntutan mereka dan Ali berjanji akan menyelesaikan kasus pembunuhan Usman setelah ia berhasil mengembalikan konndisi damai di dalam negeri. Sebab, pengambilan tindakan pengusutan terhadap pihak yang terlibat dalam pembunuhan Usman sama artinya dengan memperkeruh kondisi politik dalam negeri. Bahwa kasus pembunuhan Usman tidak hanya melibatkan sejumlah kecil individu tertentu yang mudah diselesaikan secara singkat, tetapi kasus tersebut melibatkan banyak pihak yang berasal dari tiga wilayah Islam, yakni Basrah, Kufah dan Mesiryang tentunya memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikannya. Karena mempertimbangkan hal ini, maka Ali menetapkan untuk menunda penyelesaiannya.
Dalam situasi politik yang diliputi kekacauan tersebut, Ali justru menempuh kebijakan lainnya, yakni mereshuffel seluruh pejabat gubernur dengan harapan agar pihak pemberontak dapat menerima gubernur baru, sehingga mereka akan menghentikan gerakan pemberontakan. Sahabat-sahabat dekatnya menyarankan agar Ali tidak mengambil kebijakan tertentu sebelum pemerintahannya tegak dan stabil, mereka menyampaikan saran agar Ali tidak menurunkan jabatan Mu’awiyah sebagai gubernur di Syiria. Sebab pengangkatan Mu’awiyah tidak dilakukan oleh Usman berdasarkan kebijakan nepotisme melainkan oleh Umar selain itu karena selama ini gebernur Mu’awiyah cakap dalam menjalankan tugasnya. Sekalipun ada saran seperti itu, Ali tetap bersikeras menurunkan jabatan Mu’awiyah sabagai gubernur Syiria.
Semenjak awal Thalhah dan Zubair menuntut agar khalifah Ali segera menyelesaikan kasus pembunuhan Usman. Ketika Ali menolak tuntutan mereka, keduanya segera kembali ke Bashrah. Dalam perjalan, mereka bertemu dengan A’isyah, keduanya memberitahukan perkembangan situasi politik di Madinah. Selang beberapa waktu kemudian A’isyah bergabung dengan pasukan Thalhah dan Zubair untuk menentang kebijakan Khalifah dan dengan tujuan penyelesaian kasus pembunuhan Usman. Sebetulnya antara mereka tidak menyimpan dendam secara pribadi kepada Khalifah Ali.
Thalhah, Zubair dan A’isyah bergerak dari Mekkah menuju Basrah da massa mereka berhasil menahan gubernur Basrah, Umar bin Hanif. Hingga seluruh kekuasaan di negeri ini berada di bawah tangan gerakan mereka.
@Sekalipun khalifah Ali menyadari perkembangan gerakan pemberontak yang mengancam stabilitas nasional, namun Ali berusaha menghindari pecahnya peperangan antara sesama ummat Islam yang hanya akan semakin merusak keamanan dan kejayaan Imperium Islam. Demi mencapai tujuan tersebut, ia menawarkan perundingan terhadap Thalhah dan Zubair, namun masyarakat pendukungnya tidak menginginkan terjadinya perundingan tersebut. Mereka sengaja menghendaki tidak terjadinya perdamaian di imperium Islam ini. Maka pada suatu tengah malam, ketika semuanya terlelap dalam tidur, mereka melancarkan penyerangan kepada pengikut A’isyah. Pagi harinya A’isyah segera mengendarai unta untuk menghindar, sementara Thalhah dan Zubair tetap bertahan di medan pertempuran. Ketika mulai tertesak keduanya berusaha melarikan diri, namun mereka dibunuh oleh kelompok bajingan dari pendukung Ali. Dinding sekedup yang ditempati Ummul-Mukminin telah penuh oleh anak panah, hingga bagaikan duri landak. Khalifah Ali segera mengejar ke arah sekedup yang ditempati A’isyah, dari anggota pasukannya yang ingin merebut tali-kekang itu, sepanjang adat-istiadat perang pada masa itu, maka para penghuninya langsung menjadi tawanan-Perang. Kalifah Ali tidak ingin peristiwa yang tragis itu sampai terjadi pada diri Ummul-Mukminin.
Pada saat pasukan A’isyah itu telah porak poranda maka pada saat itulah Ali meneriakkan perintahnya yang amat tercata oleh sejarah, berbunyi “La tattabi’uu farran!wa la tajhazuu ‘ala jahirin”:(“jangan kejar mana yang lari! Jangan usik mana yang luka!, jangan lakukan rebut rampas! ”.
Ali mendirikan perkemahan khusus untuk A’isyah setelah perang usai. Keesokan harinya Ali mengirimkannya pulang kembali ke Madinah, diiringkan oleh pasukan pengawal yang dipimpin oleh saudaranya sendiri, Muhammad ibn Abi Bakar.
Semenjak peristiwa yang dikenal dengan Perang Jamal itu, A’isyah membebaskan dirinya dari segela catur-politik, lalu mengambil sikap non-aktif seperti tokoh-tokoh utama lainnya dari kalangan al shahabi.
Pada tahun 36 H/656 M, Ali memindahkan ibukota Madinah ke Kufah demi untuk kebaikan pemerintahannya. Setelah di Kufah sekali lagi ia mengirimkan surat perintah kepada Mu’awiyah agar tunduk kepada pemerintahan Ali yang sah demi untuk kepentingan Islam. Mu`awiyah menolak perintah tersebut hingga darah Usman diselesaikan secara tuntas. Bahkan Mu;awiyah berusaha membbangkitkan seamangat dan emosi rakyat Syiria dengan memperrtunjukkan baju Usman dan jemari Nailat, istri Usman yang turut terpotong dalam kasus pembunuhan Usman. Masyarakat Syiria yang setia kepada Mu’awiyah sangat berduka dengan kematian Usman yang tragis itu, lalu segera menggalang persatuan menuntut balas atas kematian Khalifah Usman. Sangat dimungkinkan pada saat itu,Mu’awiyah sendiri telah menyusun rencana atas ambisinya menjadi seorang khalifah, ketika ternyata ia berhasil menarik dukungan penuh masyarakat Syiria. Mestinya Khalifah Ali dapat segera membasmi ancaman kekuatan Syiria ini, jika berkenan bertindak tegas, seperti yang ditulis oleh W. Muir.
Kedua pasukan bertemu di daerah yang bernama Siffin. Pada saat itu, Ali  masih berusaha mencarikan jalan terbaik selain peperangan sesama saudara muslim. Untuk itu ia mengirimkan tiga utusan mengahadap Mu’awiyah dengan seruan tunduk kepada khalifah demi keselamatan Imperium Islam, namun Mu’awiyah menjawabnya dengan penyelesaian pembunuhan Usman secara hukum. Maka perangpun tidak dapat dihindarkan lagi, yang dalam literarur sejarah disebut dengan Perang Siffin.
Setelah beberapa hari peperangan berlangsung, tepatnya pada hari ke-delapan, pasukan demi pasukan dari pihak Mu’awiyah menderitakan desakan tidak tertahankan. Sejarah mencatat bahwa korban pada pihak Ali berjumlah 35.000 orang dan pada pihak Mu’awiyah berjumlah 45.000 orang. Korban yang demikian banyak itu atas nama “menuntutkan bela atas darah KhalifahUsman”.
Pada saat itulah, pasukan Mu’awiyah berdasarkan nasihat Amr ibn Ash, ia menempuh cara tipu muslihat dengan memerintahkan pasukannya yang ada pada garis depan agar mengangkat Al qur’an dengan ujung tombak sebagai pertanda peperangan harus dihentikan dan untuk dicarikan jalan penyelesaiannya berdasarkan kitab suci Al qur’an. Dengan cara ini peperangan nyaris berhenti dan keputusun selanjutnya diserahkan kepada dua orang dewan albitrase, masing-masing dari delegasi Ali-Mu’awiyah, dan semua pihak tidak boleh membantah atas keputusan dua orang dewan albitrase tersebut.
 Abu Musa al as’ari dipilih sebagai delegasi pihak Ali, sedangkan pihak Mu’awiyah menunjuk Amr bin ‘Ash, jikalau kedua delegasi tersebut, tidak berhasil mencapai kesepakatan, keputusan diserahkan kepada sebuah komisi yang terdiri dari 800 orang, dengan perhitungan suara terbanyak.
Ide perundingan tersebut yang pada awalnya Khalifah Ali tidak menyetujuinya, karena ia menduga ini semua hanyalah tipu muslihat, tetapi karena sebagian dari pasukannya meminta bahkan mengecam kalau ia harus berhukum pada kitabullah, yang salah satunya adalah Mus’ar fuka al tamimi, salah seorang yang kemudian merupakan pemuka kelompok Khhawarij, sangat mengecewakan sebagian pengikut Ali. Mereka mengecam kebiksanaan kekhalifaan Ali yang berkenan menerima tawaran perundingan di tengah peperangan yang hampir dimenangkannya.
Majelis tahkim tersebut di dalam sidang pertama, mencapai kesepakatan untuk mengundurkan perundingan selanjutnya. Mengenai tempat perundingan selanjutnya mencapai satu persetujuan yaitu sautu tempat antara Irak dan Syam, dan pilihan jatuh pada kota kecil, Adzroh dalam wilayah dumatul jandal.
Pada sidang kedua, setelah beberapa kesepakatan, yang akhirnya sampai pada masalah pokok, kemudian Abu Musa yang terkenal dengan kezuhudannya mengusulkan untuk mema’zulkan Ali dan Mu’awiyah, Amr bin ‘Ash yang terkenal politiknya menyetujuinya dan mempersilahkan Abu Musa maju duluan dengan alasan dituakan, “ hai, orang banyak seluruhnya!, kami telah meneliti urusan umat sekarang ini. Kami tidak menampak jalan yang lebih baik penyelesainnya, dan di dalam hal ini, kami berdua sependapat, kecuali memema’zulkan Ali dan Mu’awiyah dan lalu menyerahkan kepentingan masa depan dari umat sekarang ini kepada ikhtiar mereka sendiri untuk memilih seseorang yang disenangi untuk menjabat khilafat. Maka aku, dengan ini ,menyatakan Ali dan Mu’awiayah Ma’zul dari jabatannya. Silahkan pilih mana yang kamu pandang layak menjabat khilafat”, ucap Abu Musa di atas mimbar.
Amru bin ‘Ash naik pula ke atas mimbar itu, dan setelah mengucapkan pujian-pujian kepada Allah dan Shalawat ia pun berkata “kamu telah mendengar apa yang diucapkan wakil mutlak dari pihak Ali, ia telah mema’zulkan Ali dan saya mengukuhkan pema’zulan itu. Dengan begitu, uma tinggal seorang pemangku khilafat dalam dunia Islam, yakni sahabatku Mu’awiyah yang diakui mempunyai hak menuntutkan bela atas darah Usman, karena ia adalah wali yang sah dari Usman. Saya mengukuhkan jabatannya sebagai pemangku khilafat”.
Sebagai akibat kegagalan majelis tahkim, maka para pendukung Ali terpecah menjadi tiga.Pertama, pihak yang makin bertambah fanatik terhadap Ali, karena Ali padakenyataanya tidak bersalah dan mereka ini dikenal dengan Syi’ah Ali. Kedua, pihak yang mengangkat Ali akan tetapi, sejak semula menganut pendirian untuk membebaskan diri dari setiap sengketa bersenjata antara sesama Islam, dan mereka inidikenal dengan aliran-Murjiah. Ketiga, pihak yang sudah kehilangan kepercayaan terhadap Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan kelompok khawarij, kelompok yang berhasil  membunuh Ali.

2.      Perkembangan Tafsir dan Hadis  Pada Masa Pemerintahan Ali ibn Abi Thalib
Situasi pemerintahan Islam  yang telah berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Masa yang merupakan masa krisis dan fitnah dalam masyarakat. Terjadinya peperangan antar beberapa kelompok kepentingan politik yang mewarnai pemerintahan Ali. Secara tidak langsung, hal itu membawa dampak negatif dalam periwayatan hadits. Kepentingan politik telah mendorong pihak-pihak tertentu melakukan pemalsuan hadits. Dengan demikian, tidak seluruh periwayat hadits dapat dipercaya riwayatnya. Namun, semakin berkembangnya wilayah kekuasaan Islam yang juga menuntut perluasan Hadis, walau pada masa ini perluasan Hadis masih dibatasi tetapi tidak seketat pada masa-masa sebelumnya, terutama masa Abu Bakar dan Umar ini merupakan sesuatu tindakan yang dilarang demi menjaga keutuhan Hadis dan supaya tidak tercampur dengan Al Qur’an, tetapi pada masa Ali Al Qur’an telah terhimpun, jadi kekhawatiran itu sudah tidak ada. Namun, walau Al Qur’an sudah dihimpun, penafsiran terhadap Al Qur’an tentang masalah-masalah yang tidak ada sebelumnya juga sangat dibutuhkan. Walaupun pada masa ini penafsiranya masih bersifat global.selain juga karena perbedaan pendapat tentang pemaknaan Al Qur’an masih minim.
Selain sebagai Khalifah, Ali adalah salah seorang mufassir, tokoh mufassir lain pada masa ini adalah: Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair dan Aisyah. Namun yang paling banyak menafsirkan dari mereka adalah Ali bin Abi Tholib, Abdullah bin Mas’ud dan Abdullah bin Abbas yang mendapatkan do’a dari Rasulullah.Sedangkan, Sahabat yang banyak meriwayatkan Hadis, masing-masing lebih dari 1000 hadis adalah tujuh sahabat yang kemudian mendapat julukan al-mukatstsirun; Abu Hurairah (5.374 hadis), Abdullah ibn Umar (2.630 hadis), Anas ibn Malik (2.286 hadis), A’isyah binti Abi bakar (2.210 hadis), Abdullah ibn Abbas (1.540 hadis), Jabir ibn Abdullah (1.540 hadis) dan Abu said al Khudri (1.170 hadis)

PENUTUP
Pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib perpecahan yang konkrit di dalam kalangan al-sahabi menjadi suatu kenyataan, dengan pecah beberapa kali sengketa bersenjata yang menelan korban bukan kecil. Juga pada masanya itu bermula lahir sekte-sekte di dalam sejarah dunia Islam, yakni sekte Syiah dan sekte Khawarij. Bermula sebagai kelompok-kelompok politik yang berbeda paham dan pendirian tetapi lambat laun berkembang menjadi sekte-sekte keagamaan, mempunyai ajaran-ajaran keagamaan tertentu di dalam beberapa permasalahan Syari’at dan Aqidah.
Banyaknya konflik-konflik yang bergejolak, pada masa pemerintahan Ali sangat berdampak negatif pada perkembangan Al Qu’an dan Hadis umumnya, periwayatan Hadis pada khususnya, selain juga menjadikan motivasi sebagian sahabat untuk menjaga dan menyebarluaskannya.

DAFTAR PUSTAKA

Sou’yb Joesoef (1979), Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Jakarta: Bulan Bintang.
Ali, K (1997), Sejarah Islam (Tarikh Pramodern). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
As-Suyuthi, Imam (2003), Tarikh Khiulafaur Rasyidin, Jakarta: Pustaka Al Kautsar.
Azami, Mustafa M (1996), Metodologi Kritis Hadits. Jakarta: Pustaka Hidayah.





MATERI
SEJARAH DINASTI UMAYYAH DAN SETTING SOSIALNYA[12]
PENDAHULUAN
Setelah terjadinya perang saudara dan dilanjukan penbunuhan yang mengakhibatkan terbunuhnya Khalifah Ali hingga akhirnya pemindahan kekuasaan serahkan kepada Mu’awiyah bin abu sofyan yang dulunya demokrasi menjadi monarchy heridetis ( kerajaan turun temurun ) yang diperoleh dengan pedang diplomasi dan tipu daya. Ketika mu’awiyah mewajiban seluruh  rakyatnya  untuk  setia terhadap anaknya yazid,penggantian secara turun temurun. Khalifah mu’awiyah mencontoh kaisar  Byzantium  yang  juga secara turun temurun.
Kehalifahan Bani Umayyah :
1.                  Mu’awiyah I (41/661)
2.                  Yazid I(60/680)
3.                  Mu’awiyah II(64/683)
4.                  Marwan I(64/683)
5.                  Abd al-Malik(65/685)
6.                  Walid I(96/705)
7.                  Sulaiman (126/744)
8.                  Abd al-Aziz Umar(99/715)
9.                  Yazid II(101/717)
10.              Hisyam (105/724)
11.              Walid II(125/743)
12.              Yazid III(126/744)
13.              Ibrahim (126/744)
14.              Muhammad Marwan II(127—132/744—750)
Selama masa pemerintahan Mu’awiyah , daerah  luas sampai ke Lahore di Pakistan. Pasukan Umayyah mencapai 1700 kapal perang ,sehingga membuat Mu’awiyyah dapat menundukkan banyak pulau-pulau diantaranya Rhodes dan pulau yang lain di Yunani.
Mu’awiyah mengumumkan Yazid sebagai penggantinya dan telah melanggar perjanjian perdamaian yang diadakan oleh hasan Ibn Ali untuk menyerahkan masalah penggantian  kepada pilihan umat Islam. Deklarsi ini menyababkan adanya pergerakan oposisi dari rakyat dan slanjutnya menyebabkan adanya perselisihan dan peperangan saudara. Mu’awiyah sebagai penguasa yang kuat dan juga adminisator yang baik. Disamping seorang diploma dia pun sangat licin. Dia mampu dengan ilmu itu menguasai dan membujuk pendiri orang-orang moderat dari semua golongan yang merupakan oposisinya. Pada masa pemerintahanya dibangun bagia khusus di dalam masjid untuk pencegahan pengamanan bagi dirinya selama menjalankan dapat salat,untuk menghidari musuh-musuhnya yang ingin membunuh Mu’awiyah.
Mu’awiyah meperkenalkan matrai resmi untuk pengiriman memorandun yang berasal dari Khalifah. Naskah yang sah dibuat, dan kemudian ditembus dengan benang dan disegel dengan lilin, yang  pada akhirnya dicetak dengan resmi. Dia juga yang pertama kali mengguanakan pos untuk mengumumkan kejadian-kejadian penting dengan cepat. Kuda-kuda yang telah dilatih ditempatkan di pos pemberhetian tertentu, sehingga petugas yang tiba di tempat itu dapat menggantikan kudanya yang lelah dan dapat menenuskan perjalanan sampai ke pos berikutnya. Demikian seterusnya sehingga petugas dapat sampai ke tempat tujuan.
Masa kejayaan Bani Umayyah  terjadi pada masa Abdul Malik yaitu pendiri kedua dinasti Bani Umayyah diantara kejayaan adalah
Administrasi kekhalifahan Abdul Malik yang terdiri dari. Kemetrian pajak tanah,kementrian chatam,kementrian surat menyura,kementrian urusan perpajakan.
Stempel; Tiraz  yaitu cap resmi yang dicetak dan di pakaian raja, pangeran-pangeran, dan orong-orang lain yang mempunyai jabatan tinggi.
Mata Uang:  Sikka
Negara besar Bani Umayyah merupakan negara besar Arab, maka dari itu beberapa ahli sejarah sudah menerka bahwa khalifah-khalifah bani Umayyah telah merugikan non Arab (mawalis, clients, freedmen) .
Runtuhnya bani umayyah ditandai dengan wafatnya Umar bin Abd Aziz, kekhalifahan sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh yang melemahkan dan akhirnya menghancurkannya. Diantara sebab-sebab runtuhnya adalah perselisihan antara putra mahkota. Sesudah yang pertama mendapat kekuasaan terbatas dia mencoba untu mengasingkan yang lain dan menggantikan dengan anaknya,ada juga perselisihan antar suku yang dihidupkan lagi setelah kematian Yazid ibn Mu’awiyah.
Dan faktor-faktor yang menyebabkan dinasti Umayyah lemah dan hancur adalah sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi masyarakat arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturan tidak jelas. Ketidakjelasan ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga islam.
Latar belakang terbentuknya dinasti B ani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi dimasa Ali. Sisa-sisa syi’ah dan khawrij terus menjadi gerkan oposisi ,baik secara terbuka,seperti dimasa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti dimasa pertengahan kekuasaan bani Umayyah.
Pada masa kekuasaan Bani Umayyah ,pertentnagan etnis antar suku Arabia utara  (Bani Qays) dan Arabia selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam,makin meruncing. Perselisihan ini mengakhibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan.
Lemahnya pemerintahan daulah Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup para penguasa yang terlalu mewah, golonggan agama kecewa arena perhatian para penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang. Penyebab langsung terjadinya kehancuran Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh Al-Abbas ibn Abd Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan gologan Syi’ah dan kaun khawarij yang merasa dikelas duakan oleh pemerintah Bani Umayyah.
Faktor-faktor diatas yang menyebabkan runtuhnya sistem penerintahan tutun temurun yang banyak menimbulkan dampak positif dan negatif. Setelah berakhirnya daulah Bani Umayyah, maka mucullah daulah Bani Abbasiyah.
ANALISIS DAN KESIMPULAN
Setelah kami amati dan kami pahami dimasa dinasti Umayyah sangat mementingkan keluarga karena kita bisa pahami saat Mu’awiyah menerapkan sistem pemerintahan yang turun temurun,dan dari sinilah banyak bermunculan konflik-konflik yang menyebabkan perang saudara, perang antar suku arab dan yang lainnya.
Dari beberapa masa dinasti Bani Umayyah masyarakat muslim atau umat islam masih banyak yang mersa tidak nyaman dan aman karena sistem pemerintahan yang menjadikan munculnya oposisi,pemberontakan,perselisiahan dan sebagainya.dan hampir dari masa kemasa,saat masa Bani umayyah perselisihan pasti ada. Dan ketika masa kejayaan dinasti Bani Umayyah. Disini mungkin agak terasa umat islam dalam kehidupan yang sangat mewah rakyat kembali tidak tenang dan merasa dinomor dualkan. Dan ketika masa akan runtuhnya dinasti Bani umayyah umat islam kembali tenang dan nyaman karena pemerintahaan yang dipegang oleh Khalifah Umar bin abdul aziz  karena beberapa  ahli sejara mengatakan bahwa pemerintahan termashur seperti halnya penerintahan orthodox atau pemerintahan Abu Bakar dan Umar: “Tiga khalifah itu ialah Abu Bakar,Umar dan Umar bin Abdul Aziz”.
Kini kita mengerti bahwa demokrasi sangat penting dalam menjalankan pemerintahan,akan tetapi kalau kita terlalu over dalam berdemokrasi akan menimbulkan dampak negatif yang sangat besar dalam kehidupan sosial dan pemerintahan.

DAFTAR PUSTAKA
HASSAN, Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, kota rembang,1989

MATERI
SETTING SEJARAH SOSIAL  MASA DINASTI UMAYYAH[13]
PENDAHULUAN
Di kala umat manusia dalam kegelapan dan kehilangan pegangan hidupnya, lahirlah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Ketika menginjak usia 40 tahun, Nabi Muhammad SAW lebih banyak bertahannuts, yang pada malam 17 Ramadhan / 06 Agustus 610 M di Gua Hiro, datanglah malaikat Jibril dengan membawa wahyu pertama, yaitu surat Al-‘Alaq ayat 1-5. dengan wahyu tersebut beliau telah menjadi rasul pilihan Allah yang bertugas menyampaikan perintah Allah kepada segenap umat manusia. Semasa kerasulannya, beliau banyak membawa pengikut kepada ajaran Allah. Hingga peradaban Islam pun tertanam pada hati segenap umatnya dan dalam lingkungannya.
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, kekhalifahan dipegang oleh Khulafaur- Rasyidin. Banyak upaya yang dilakukan pada masa-masa tersebut hingga pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Dengan meninggalnya Khalifah Ali bin Abi Thalib, maka bentuk pemerintahan kekhalifahan telah berakhir. Berubahnya bentuk pemerintahan dari khalifah ke dinasti (kerajaan) tidak membuat ajaran Islam berubah pula, melainkan peradabannya mengalami perkembangan yang pesat. Kemudian dilanjutkan dengan bentuk pemerintahan dinasti (kerajaan), yaitu dinasti Bani Umayyah dan dinasti Bani Abbasiyah. Makalah ini akan membahas beberapa pertanyaan berikut:
1.                  Perkembangan kemajuan peradaban Islam pada masa Bani Umayyah.
2.                  Kemunduran peradaban Islam pada masa Bani Umayyah.
3.                  Keruntuhan Daulah Umayyah Andalusia.

A.Perkembangan Peradaban Islam pada Masa Bani Umayyah.
Dinasti Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah. Muawiyah dapat menduduki kursi kekuasaan dengan berbagai cara, siasat, dan tipu muslihat yang licik, bukan atas dasar demokrasi yang berdasarkan atas hasil pilihan umat Islam.1 Dengan demikian, berdirinya dinasti ini bukan berdasarkan hukum musyawarah. Dinasti Bani Umayyah berdiri selama ± 90 tahun (40 – 132 H / 661 – 750 M), dengan Damaskus sebagai pusat pemerintahannya. Dinasti Umayyah sangat bersifat Arab Orientalis, artinya dalam segala hal dan segala bidang para pejabatnya berasal dari keturunan Arab murni, begitu pula dengan corak peradaban yang dihasilkan pada masa dinasti ini. Pada masa pemerintahan dinasti ini banyak kemajuan, perkembangan, dan perluasan daerah yang dicapai, terlebih pada masa pemerintahan Khalifah Walid bin Abdul Malik (86 – 96 H / 705 – 715 M).
Pada masa awal pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan ada usaha memperluas wilayah kekuasaan ke berbagai daerah, seperti ke India dengan mengutus Muhallab bin Abu Sufrah, dan usaha perluasan ke Barat ke daerah Byzantium di bawah pimpinan Yazid bin Muawiyah. Selain itu juga diadakan perluasan wilayah ke Afrika Utara. Juga mengerahkan kekuatannya untuk merebut pusat-pusat kekuasaan di luar jazirah Arab, antara lain kota Konstantinopel. Adapun alasan Muawiyah bin Abi Sufyan untuk terus berusaha Byzantium. Pertama, Byzantium merupakan basis kekuatan agama Kristen Ortodoks, yang pengaruhnya dapat membahayakan perkembangan Islam. Kedua, orang-orang Byzantium sering mengadakan pemberontakan ke daerah Islam. Ketiga, termasuk wilayah yang mempunyai kekayaan yang melimpah.Walaupun keadaan dalam negeri bisa diatasi pada beberapa periode, akan tetapi pada masa-masa tertentu seringkali dapat membahayakan keadaan pemerintah itu sendiri. Pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan (65 – 86 H / 685 – 705 M) keadaan dalam negeri boleh dibilang teratasi. Begitu juga pada masa Khalifah Walid bin Abdul Malik (86 – 96 H / 705 – 715 M), keadaan dapat teratasi. Dengan keadaan yang demikian itu, kemajuan peradaban dapat dicapai, terutama dalam bidang politik kekuasaan.
Khalifah Walid bin Abdul Malik berusaha memperluas daerahnya menuju Afrika Utara, yaitu ke Maghrib Al-Aqsha dan Andalusia. Dengan kegigihan dan keberanian panglima perang Musa bin Nushair, wilayah tersebut dapat dikuasai sehingga ia diangkat sebagai gubernur Afrika Utara. Musa bin Nushair juga mengutus Tharif bin Malik untuk mengintai keadaan Andalusia yang dibantu oleh Julian. Keberhasilan dalam hal ini membuka peluang bagi Musa bin Nushair untuk melakukan langkah berikutnya dengan mengirim Thariq bin Ziyad menyeberangi lautan guna merebut daerah Andalusia. Tepat pada 711 M, Thariq bin Ziyad mendarat di sebuah selat, yang kini selat tersebut diberi nama dengan namanya, yakni Selat Jabal Thariq atau Selat Giblaltar.
Keberhasilan Thariq bin Ziyad memasuki Andalusia membuat peta perjalanan sejarah baru bagi kekuasaan Islam. Sebab, satu persatu wilayh yang dilewatinya dapat dengan mudah jatuh ke tangannya, seperti kota Cordova, Granada, dan Toledo. Sehingga Islam dapat tersebar dan menjadi agama panutan bagi penduduknya, walaupun tidak semua penduduk Andalusia masuk Islam.
Tidak hanya itu, Islam menjadi sebuah agama yang mampu memberikan motifasi para pemeluknya untuk mengembangkan dalam berbagai bidang kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Andalusia pun mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Islam.

Kemajuan-Kemajuan yang Dicapai
Pertama, Bani Umayyah berhasil memperluas daerah kekuasaan Islam ke berbagai penjuru dunia, seperti Spanyol, Afrika Utara, Suria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebagian kecil Asia, Persia, Afghanistan, Pakistan, Rukhmenia, Uzbekistan dan Kirgis.
Kedua, Islam memberikan pengaruh bagi kehidupan masyarakat luas. Sikap fanatik Arab sangat efektif dalam membangun bangsa Arab yang besar sekaligus menjadi kaum muslimin atau bangsa Islam. Setelah pada saat itu bangsa Arab merupakan prototipikal dari bangsa Islam sendiri.
Ketiga, telah berkembang ilmu pengetahuan secara tersendiri dengan masing- masing tokoh spesialisnya. Antara lain, dalam Ilmu Qiro’at (7 qiro’at) yang terkenal yaitu Ibnu Katsir (120H), Ashim (127H), dan Ibnu Amr (118H).5 Ilmu Tafsir tokohnya ialah Ibnu Abbas (68H) dan muridnya Mujahid yangpertama kali menghimpun tafsir dalam sebuah suhuf, Ilmu Hadits dikumpulkan oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri atas perintah Umar bin Abdul Aziz, tokohnya ialah Hasan Al-Basri (110H), Sa’id bin Musayyad, Rabi’ah Ar-Ra’iy guru dari Imam Malik, Ibnu Abi Malikah, Sya’bi Abu Amir bin Syurahbil. Kemudian Ilmu Kimia dan Kedokteran, Ilmu Sejarah, Ilmu Nahwu, dan sebagainya.
Keempat, perkembangan dalam hal administrasi ketatanegaraan, seperti adanya
Lembaga Peradilan (Qadha), Kitabat, Hajib, Barid dan sebagainya.

B. Kemunduran Peradaban Islam pada Masa Bani Umayyah
Kemunduran Pada Masa Bani Umayyah
Ada 7 faktor penyebab kemunduran kekuasaan Bani Umayyah, yaitu :
a. Persoalan suksesi kekhalifahan.
b. Sikap glamor penguasa
c. Perlawanan kaum Khawarij
d. Perlawanan dari kelompok Syi’ah
e. Meruncingnya pertentangan etnis
f. Timbulnya stratifikasi sosial
g. Munculnya kekuatan baru

Sedangkan kemunduran atau bahkan kehancuran peradaban Islam pada masa
Bani Umayyah ini oleh karena 2 sebab, yaitu :

1.                  Hancurnya kekuasaan Islam di Andalusia dan rendahnya semangat para ahli dalam menggali budaya Islam.
Kehancuran kekuasaan Islam di Andalusia pada 1492 M berdampak buruk terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Para ahli tidak banyak memiliki motivasi untuk mengkaji ilmu pengetahuan lagi. Karena mereka sudah merasa putus asa skibat serangan yang dilakukan oleh para penguasa Kristen, dan tindakan para penguasa tersebut terhadap peninggalan peradaban Islam di Andalusia, seperti penghancuran pusat-pusat peradaban Islam dan sebagainya.
Terlebih lagi banyak para ahli ilmu pengetahuan Islam banyak yang tewas dibantai oleh tentara Kristen di Spanyol, sehingga peristiwa itu sangat membekas dalam benak mereka. Akibatnya, banyak di antara para ilmuwan Islam yang punya andil besar dalam pembentukan peradaban Islam di Andalusia, melarikan diri ke wilayah Afrika Utara. Dalam situasi ini, Barat Kristen terus berusaha membangun kepercayaan diri untuk mengembangkan peradaban Eropa, sehingga bangsa Barat mencapai kejayaannya.
2.                  Banyaknya orang Eropa yang menguasai ilmu pengetahuan dari Islam

Di lembaga-lembaga pendidikan tinggi, tidak hanya orang-orang Islam yang diberikan kesempatan mempelajari ilmu pengetahuan, tetapi juga kesempatan itu diberikan kepada semua orang, termasuklah orang-orang Kristen Barat yang tertarik untuk mempelajari ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh umat Islam.
Ketertarikan karena metode ilmiah Islam, seorang pendeta Kristen Roma anggota Ordo Fransiskan dari Inggris bernama Roger Bacon (1214 – 1292 M) datang belajar bahasa Arab di Paris antara tahun 1240 – 1268 M. Melalui kemampuan bahasa Arab dan bahasa Latinnya itu, ia dapat membaca naskah asli dan terjemahan berbagai ilmu pengetahuan, terutama ilmu pasti. Buku-buku asli dan terjemahan dibawanya ke Inggris pada Universitas Oxford, lalu diterjemahkannya dengan menghilangkan nama pengarang aslinya, yang kemudian dikatakannya sebagai hasil karyanya sendiri. Sejak saat itulah mulai banyak bermunculan orang Eropa yang menterjemahkan buku-buku yang dikarang oleh tokoh-tokoh Islam sebagai hasil karyanya sendiri.

C. Keruntuhan Dinasti Umayyah Andalusia.
Kebesaran yang telah diraih oleh dinasti Umayyah ternyata tidak mampu menahan kehancurannya, yang diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain:
1.                  kekuasaan wilayah yang sangat luas dalam waktu yang singkat tidak berbanding lurus dengan komunikasi yang baik dan sulitnya mendeteksi gerak-gerik lawan politik Dinasti Umayah.
2.                  lemahnya para khalifah dan tidak cakap dalam memimpin wilayah yang begitu luas.
Rentan munculnya konflik antar golongan.                                                                                   
Faktor berikutnya.yakni ketidakpuasan sejumlah pemeluk Islam non ArabMereka adalah pendatang baru dari kalangan bangsa-bangsa taklukkan yang mendapatkan sebutan mawali. Status tersebut menggambarkan infeoritas di tengah-tengah keangkuhan orang-orang Arab yang mendapatkan fasilitas dari penguasa Umayyah. Padahal mereka bersama-sama Muslim Arab mengalami beratnya peperangan dan bahkan beberapa orang di antara mereka mencapai tingkatan yang jauh di atas rata-rata bangsa Arab. Tetapi harapan mereka untuk mendapatkan kedudukan dan hak-hak bernegara tidak dikabulkan. Seperti tunjangan tahunan yang diberikan kepada mawali itu jumlahnya jauh lebih kecil dibanding tunjangan yang dibayarkan kepada orang Arab.Disamping itu Latar belakang terbentuknya kedaulatan Bani Umayyah tidak dapat dilepaskan dari konflik-konflik politik. Kaum Syi’ah dan Khawarij terus berkembang menjadi gerakan oposisi yang kuat dan sewaktu-waktu dapat mengancam keutuhan kekuasaan Umayyah.

KESIMPULAN
Bani Umayyah Pada masa dinasti Bani Umayyah, peadaban Islam mengalami
perkembangan/kemajuan, yaitu :
1.                  Berhasil dalam memperluas daerah kekuasaan Islam ke berbagai penjuru dunia, seperti Spanyol, Afrika Utara, Suria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebagian kecil Asia, Persia, Afghanistan, Pakistan, Rukhmenia, Uzbekistan dan Kirgis.
2.                  Islam mempengaruh kehidupan masyarakat luas.
3.                  Ilmu pengetahuan, antara lain Ilmu Qiro’at, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Ilmu Kimia dan Kedokteran, Ilmu Sejarah, Ilmu Nahwu, dan sebagainya.
4.                  Administrasi ketatanegaraan, seperti adanya Lembaga Peradilan (Qadha), Kitabat, Hajib, Barid dan sebagainya.
Sedangkan kemunduran Bani Umayyah oleh karena : persoalan suksesi kekhalifahan, sikap glamor penguasa, perlawanan kaum Khawarij, perlawanan dari kelompok Syi’ah, meruncingnya pertentangan etnis, timbulnya stratifikasi sosial, dan munculnya kekuatan baru. Hal tersebut membuat kemunduran pula pada peradaban Islam, seperti:
1.                  Hancurnya kekuasaan Islam di Andalusia dan rendahnya semangat para ahli dalam menggali budaya Islam.
2.                  Banyaknya orang Eropa yang menguasai ilmu pengetahuan dari Islam.

DAFTAR PUSTAKA
Islam. Jakarta: Wijaya.
Fadlali, Ahmad, dkk. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka Asatruss.
Hasyimi, A. 1995. Sejarah Peradaban Islam – Cetakan V. Jakarta: Bulan Bintang.
Mufrodi, Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos.
Murodi. 2003. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya – Jilid I Cetakan V. Jakarta: UI Press.
Hitti, Philip K. 2002. History of the Arabs.New York: Palgrave Macmillan.
















MATERI
SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR DAN HADIST PADA MASA DINASTI UMAYYAH (MASA-MASA AL-WALID 1 DAN UMAR 2) [14]
PENDAHULUAN
Pendidikan Islam tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan Islam itu sendiri.Dengan demikian pendidikan islam tidak bisa dilepaskan dari peranan sejarah islam.Dalam sejarah islam tergores dan terukir bahwa masa bani Umayyah merupakan masa pemerintahan Islam yang berorientasi pada perluasan wilayah kekuasaan Islam.Akan tetapi ditengah kecenderungan politik kekholifahan Islam pada saat itu, pendidikan Islam secara bertahap dan terus menerus tumbuh dan berkembang dengan sangat baik khususnya dalam bidang ilmu tafsir dan hadist.
A.                Pembahasan
          Islam adalah agama yang menempatkan pendidikan dalam posisi yang sangat penting. Bukanlah suatu kebetulan jika lima ayat pertama yang turun kepada Nabi kita Muhammad Saw.yang dibawa oleh Malaikat Jibril As. Dari Allah Swt.dalam surat Al-alaq,dimulai dengan perintah membaca,”Iqra”. Disamping itu, pesan-pesan Al-Quran dalam hubungannya dengan pendidikanpun dapat dijumpai dalam berbagai ayat dan surat dengan aneka ungkapan, pertanyaan, pernyataan, dan kisah. Lebih khusus lagi kata ‘Ilm’ dan derivasinya yang digunakan sangt dominan dalam Al-Quran guna menunjukkan perhatian agama Islam yang sangat luar biasa terhadap pendidikan. Oleh sebab itu kami berasumsi bahwa agama islam adalah tempat bagi orang-orang terpelajar bukannya tempat orang-orang yang tidak berpendidikan. Karena bagaimaapun ayat Al-Quran yang pertama kali diturunkan berupa ayat perintah untuk membaca. Jadi secara otomtis efek atau implikasinya para kaum muslimin gemar belajar dan membaca sehingga menghasilkan produk-produk berupa umat-umat Islam yang pandai, dan bisa kembali berkuasa dipuncak singgasana seperti pada masa-masa kejayaannya. Bukannya seperti sekarang ini dimana kita sebagai umat Islam ternyata masih dalam keadaan kebodohan hanya bisa melihat dan menyaksikan bagaimana satu-persatu wilayah dan saudara-saudara kita direbut dan dianiyaya oleh golongan-golongan yang tidak bertanggung jawab yakni bangsa-bangsa barat. Bahkan masih sangat banyak generasi-generasi Islam yang tak mengenal pendidikan sama sekali.
Pendidikan Islam laksana mata uang yang tentunya mempunyai dua muka. Pertama, sisi pengetahuan yang berisikan hal-hal yang mungkin dan pasti dapat diindra dan diakali,berbentuk pengalaman-pengalaman faktual maupun pengalaman-pengalaman fikiran,baik yang berasal dari wahyu dan sunah maupun dari para pemeluknya(kebudayaan). Kedua,sisi keagamaan yang merupakan wahyu Ilahi dan sunah Rosul,yang beresensikan hal-hal mutlak dan berada diluar jangkauan indra dan akal. Yang berfungsi sebagai pemberi petunjuk dan mendekatkan jangkauan indra dan akal budi manusia untuk memahami segala hakekat kehidupan. Dengan kata lain sisi pertama menekankan pada kehidupan dunia,sedangkan sisi kedua lebih menekankan pada kehidupan ahirat.
Sejarah pendidikan islam pada hakikatnya tidak bias dilepaskan dari sejarah Islam. Karena itu periodisasi pendidikan islam terbagi kedalam tiga periode,yaitu periode klasik, pertegahan, dan modern dengan rincian:
·                     Masa nabi Muhammad saw.(571-632 M)
·                     Msa Khulafa’urrasyidin (632-661 M)
·                     Masa dinasti Umayyah (661-750 M)
·                     Masa dinasti Abassiyah (750-1250 M)
Sehubungan dengan periodisasi tersebut disini kami hanya membatasi pembahasan ini pada masa dinasti Umayyah saja. Dan itupun hanya terbatas pada masa-masa pemeerintahan Al-Walid 1 dan Umar 2 saja. Walaupun dinasti Umayyah yang beribukotakan di Damaskus berlangsung selama 91 tahun dan dipemerintahi oleh 14 Kholifah akan tetapi puncak kejayaannya terjadi pada masa pemerintahan Al-Walid 1 dan Umar 2.
Masa pemerintahan Al-Walid 1 merupakan periode kemenangan, kemakmuran dan kejayaan umat Islam. Pada masa itu kekuasaan Islam meluas ke daerah barat dan timur,beban hidup masyarakat mulai ringan, pendirian gedung dan pembangunan kota mendapat perhatian yangcukup serius. Begitu hainya dengan  Al-walid 1, kholifah Umar bin Abdul Aziz(umar 2)pun menjadi masa keemasan dari pemerintahan dinasti Umayyah, sehingga semua aspek pemerintahan mengalami perkembangan dan akhirnya pada saat itu umat islam bias benar-benar focus dalam mempelajari ilmu-ilmu yang berkembang ada saat itu.
Secara esensial pendidikan-pendidikan Islam pada masa dinasti Umayyah ini hampir sama dengan pendidikan-pendidikan pada masa khulafa’urrasyidin. Dimana pada kedua masa tersebut merupakan fase pertumbuhan di bidang pendidikan Islam. Walaupun demikian ada sisi perbedaan dan perkembangan tersendiri, dimana perhatiaan para penguasa di bidang pendidikan agaknya sangat memperhatikan perkembangan yang maksimal. Sehingga pendidikan dibiarkan di atur oleh para ulama yang memiliki pengetahuanyang mendalam.
Adapun ciri-ciri khusus pendidikan pada masa dinasti Umayyah adalah:
·                     Bersifat Arab
·                     Berusaha meneguhkan dasar-dasar agama islam yang baru muncul
·                     Menunjukkan perhatian pada bahan tertulis sebagai media komunikasi
·                     Membuka jalan pengajaran bahas-bahasa asing
·                     Menggunakan surau (kuttab) dan masjid
·                     Memprioritaskan pada ilmu-ilmu naqliyah dan bahasa

Pada periode ini pendidikan Islam sangat memprioritaskan  pada ilmu-ilmu naqliyah yang meliputi ilmu-ilmu agama yang terdiri dari membaca Al- Quran,tafsir,hadist,dan fiqih, begitu juga ilmu-ilmu yang berhubungan dengan ilmu-ilmu di atas ,yaitu ilmu bahasa seperti nahwu, bahasa , dan sastra.

Gerakan-gerakan ilmiah pada masa dinasti Umayyah
Yang baru pad masa ini adalah kesetabilan politik yang dirasakan oleh hampir semua negri-negri Islam sehingga mempunyai dampak yang sangat positif, yakni para kaum muslimin mengarahkan perhatiaanya kepada kebudayaan, peradaban, dan ilmu pengetahuan yang mereka jumpai di negri-negri yang berhasil ditaklukkan.
Berikut ini gerakan-gerakan ilmiah yang muncul saat itu:
a.                     Teologi Islam (Ilmu kalam)
b.                     Penyempunaan tulisan Al-Quran
c.                      Penulisan hadist

Perkembangan Hadist
   Telah kita ketahui bersama bahwa perkembangaan hadist yang dimulai sejak zaman Rosul saw, khulafa’urrasyidi, dan sebagian besar dinasti Umayyah,yakni hingga akhir abad pertama hijriyah. Hadist-hadst itu berpindah dari mulut kemulut, Masing-masing perawi meriwayatkan berdasarkan kekuatan hafalannya.
Pada masa itu mereka belum mempunyai motif-motif yang menggerakan mereka untuk membukukannya. Hafalan mereka terkenal kuat, dan diakui oleh sejarah kekuatan hafalan para sahabat dan tabi’in itu.
Dikala kendali pemerintahan dipegang oleh Umar bin Abdul Aziz.yakni seorang kholifah dari dinasti umayyah yang terkenal adil dan wara’ sehingga beliau dipandang sebagai Khulafaurrasyidin yang kelima,tergeraklah hatinya untuk membukukan hadist, karena beliau sadar bahwa para perawi yang membendaharakan hadist dalam dadany kian lama kian banyak yang meninggal.       
           Ahirnya beliau memerintahkan kepada Walikota Madinah pada saat itu yakni Abu Bakar bin Muhammad bin Amr ibn Hajm (117 H) untuk memeriksa dan menulis hadist-hadist Nabi yang ada dalam hafalan-hafalan penghafal hadist.Kholifah menulis surat sebagai berikut:
“periksalah hadist Nabi saw. Dan tuliskanlah, karena aku hawatir bahwa ilmu (hadist) akan lenyap dengan meninggalnya ulama, dan tolaklah hadist selain dari nabi saw. Hendaklah hadist disebarkan dan diajarkan dalam majlis-majlis sehingga orang-orang yang tidak mengetahuinya menjadi tahu, sesungguhnya hadist itu tidak akan rusak sehingga di sembunyikan (olehnya)”
 Atas perintah Kholifah, pengumpulan hadist mulai dilakukan oleh para ulama. Diantaranya adalah Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubidillah bin Syihab Az-Zuhri (guru Imam Malik). Dalam sejarah tercatat bahwa ulama yang pertama membukukan hadist adalah imam Az-Zuhri.
Karya imam Az-Zuhri tersebut merupakan kitab hadist yang pertama yang ditulis atas perintah kepala negar, akan tetapi kitab tersebut tidak sampai kepada kita dan tidak terpekihara dengan semestinya. Dan kitab itu pula tidak membukukan seluruh haust yang ada di madinah. Membukukan seluruh hadist yang ada di Madiah itu dilakukan oleh Imam Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri yang memang terkenal sebagai seorang ulma besar dari ulama-ulama hadist di masanya.  
Metode Atraf
Sejak seperempat ketiga dari abad pertama para hadist sudah mulai menggunakan metode atraf, yaitu menulis pangkal suatu hadist sebagai petunjuk kepada materi hadist seluruhnya. Yang pertama kali memakai metode ini sepanjang yang kami ketahui adalah Ibnu Sirrin. Yahya bib Atiq meriwayatkan bahwa Ibnu Sirrin berkata, “Saya bertemu ‘Abidah dengan membawa kitab atraf, lalu saya menanyakan kepada beliau. Dari situ kemudian metode ini tersebar dan dipakai oleh kalangan ahli-ahli hadist. Misalnya:
1.Ismail bin Ayyasy
Waki’ berkata Ismail bin Ayyasy mengambil metode atraf hadist milik Ismail bin Abu Kholid dari saya. Saya melihat dia mencampuradakkan dalam penyusunannya.
2.Hammad bin Abu Sulain
3.Sufyan At-sauri
4.Ubaidillah bin Umar
5.Malik bin Anas
6.Waki’
7.Yazid bin Zurai
Pada masa belakangan banyak kitab-kitab hadist yang di tulis dengan metode atraf ini dan ahli hadistpun memakainya sebagai kamus untuk mencari hadist.
Perkembangan Tafsir
Sejarah menjadi saksi bahwa khususnya pada abad 1 dan 2 selain kholifah Ustman bin Affan dan ali bin Abitholib,masih banyak ulama yang diakui sebagai perintis lahirnya ilmu yang kemudian hari dinamakan ilmu asbabul nuzul, ilmu makky wal madani, ilmu nasikh wal mansukh,ilmu ghoribil quran,ilmu tafsir,dan sebagainya.
Dari bukti tersebut dapatlah kita simpulkan bahwa ilmu tafsir pada masa-masa kholifah Alwalid1 dan umar2 belum ada karena mereka menjadi pemegang kekuasaan pada abad pertama hijriyah sedangkan pada waktu itu ilmu tafsir masih sedang dirintis, dan baru berkembang atau lebih tepatnya dijadikan prioritas pada awal abad kedua hijriyah.
Akan tetapi kalau penafsiran-penafsiran tentang Al-Quran pada waktu itu memang sudah berkembang sangat pesat dan telah menghasilkan banyak mufassirin-mufassirin ulung baik dari kalangan Sohabat maupun para Tabi,in.   
KESIMPULAN
Dari bukti-bukti diatas dapatlah kita simpulkan bahwa perkembangan ilmu khususnya tafsir dan hadist pada masa pemerintahan dinasti Umayyah khususnya pemerintahan AlWalid 1 dan Umar 2 sangat membanggakan karena pada saat itu merupakan masa-masa kejayaan islam pada masa dinasti Umayyah sehingga umat islam bisa fokus untuk menuntut ilmu tanpa ada kehawatiran di bidang apapun. Dan itulah sebenarnya keadaan yang di idam-idamkan umat Islam pada saat sekarang sehingga mereka dapat fokus belajar dan menuntut ilmu tanpa ada sedikitpun rasa khawatir baik dari segi politik, ekonomi,hukum,dan kebudayaan. 

Daftar pustaka
Ali Hasan, Muhammad. Pengantar llmu tafsir. Jakarta: Bulan bintang, 1998.
Abdurrahman, Dudung. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: LESFI, 2002.
Azzami, Hadist nabawi. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.
Hasbi As-Sidqi,Muhammad, Sejarah dan pengantar ilmu hadist. Jakarta: Bulan bintang, 1954.
                                        

MATERI

KEKUASAAN BANI UMAYYAH DI ANDALUSIA[15]


PENDAHULUAN
                 Spanyol tetap berada dibawah pemerintahan Romawi sampai suku-suku Vandal pada abad kelima Miladi menyerangnya.Sejak saat itu negeri ini berubah menjadi Vandalusia,yakni negeri bangsa Vandal.Kemudian bangsa Arab menamai negeri ini dengan Al Andalus, sebagaimana mereka pun menamainya dengan Al Jazirah.
Pada awal abad keenam Miladi (507M) suku-suku Ghatia Barat telah menyerang Spanyol lalu mereka mengusir bangsa Vandal ke Afrika.Setelah itu,Bngsa Ghatia beehasil mendirikan negeri yang kuat di Spanyol.Hanya saja kejayaan mereka tidak berlangsung lama sehingga mereka berubah menjadi bangsa yang lemah.Tragedi ini terjadi disebabkan oleh membudayanya perbudakan.Mereka tinggal di istana-istana yang megah dan bermewah-mewahan,sementara jiwa pahlawan nenek moyang mereka mati lenyap dari kepribadian mereka.Kemudian daripada itu,sektor industri dan pertanian tidak diperhatikan dan dibiarkan berada di tangan para budak yang hidup terhina dan menderita.
Tharik bin Ziyad adalah salah seorang budak yang sangat berjasa dalam berbagai penaklukan yang dilakukan kaum muslimin.Namun satu hal yang sungguh sangat mengherankan saat di antara para sejarawan dan para ahli biografi berbeda pendapat tentang nasab sang panglima sejati dan sang penakluk terkenal seperti Thariq.Sebagian diantara mereka ada yang menyebutkan, bahwa Thariq berasal dari orang-orang Barbar Afrika yang berdomisili di Nafzawah, yakni wilayah yang dikenal sekarang dengan Tunisia.Pada bulan Sya’ban tahun  92 H (711 M) Thariq bersama tujuh ribu kaum Muslimin menyeberangi laut dengan menggunakan empat kapal yang telah dipersiapkan oleh Julian.Setiap berita yang dikemukakan oleh para sejarawan hanya menyebutkan , bahwa sesudah berhasil menaklukan Andalus ia berangkat ke Syam bersama tuannya,Musa bin Nushair, dan sejak itu kabar beritanya terputus.
Abdul aziz bin Musa bin Nushair menjadi pengganti kedudukan sang ayah sebagai gubernur  Andalus, sebagaimana telah dikemukakan sebelum ini. Sejak itu, ia menyusun sistem pemerintahan dan menyediakan dana khusus untuk biaya bagi menyusun hukum syara’ dan kondisi masyarakat. Kemudiania juga mencurahkan perhatiannya pada sektor pertanian dan pembuatan jalan-jalan, di samping mencabut berbagai bentuk kedzhaliman bangsa Ghotia dari bangsa Spanyol sehingga beban pajak diperingan yang selama ini sangat memberatkan  mereka.
Penaklukan Islam atas Andalusia telah mengubah kondisi bangsa Spanyol secara umum.Penaklukan Islam telah berhasil melenyapkan penguasa bangsa Ghotia dan berbagai pengaruhnya dari negri tersebut sehingga kekuatan bangsa Ghotia tidak lagi mempunyai kekuatan,melainkan mereka yang berhasil melarikan diri ke pegunungan jaliqiah yang terletak di barat laut Spanyol.
Kerajaan dan harta kekayaan mereka telah berpindah tangan kepada bangsa Arab sebagai sang penakluk. Sementara langkah kebijaksanaan pemerintah baru di Andalus membiyarkan sebagian di antara para penguasa lama yang telah membantu penaklukan tetap memerintah,sehingga Julian dikembalikan pada posisi semula sebagai penguasa Sabtah dan harta kekayaan bersama ladang pertanian yang sangat luas para putera Gathi syah  dikembalikan lagi kepada mereka. Sejumlah besar dari penduduk lapisan bawah telah beralih menjadi pemeluk  islam yang taat.Perhatian mereka kini beralih terhadap islam dari kehidupan masa lalu di bawah para pemimpin yang tidak pernah memperhatikandan tidak pernah berupaya mengubah nasib buruk mereka serta dari kahidupan masa lalu di bawah para pemimpin yang hanya memperhatikan kepentingan pribadi sehingga tidak segan-segan meerampas hak milik rakyat.Tentang adanya seruan agar masyarakat menjadi pemeluk islam atau tekanan ke arah itu dengan cara apa pun pada masa awal setelah bangsa Arab berhasil menaklukan penaklukkan , sesungguhnya kita sama sekali tidak mendengar hal tersebut.    
Hanya saja fanatik suku diantara sesama kaum Muslimin di Andalusia tidak lama kemudian muncul , antara Arab Syam dengan Arab Hijaz, antara orang-orang Barbar dengan orang-orang Arab, bahkan di antara sesama bangsa Arab sendiri, yakni di antara Arab Yaman dengan Arab Mudhar, sehingga sebagian di antara kaum Muslimin ada yang meminta bantuan kepada orang-orang Eropa untuk  mengalahkan kaum sesama kaum Muslimin di Andalusia. Kemudian mereka pun berupaya untuk mewujudkan hasrat tersebut sehingga pada akhirnya kaum Muslimin dapat diusir dari Andalus. Ketika kekejian orang – orang Barbar baru saja hampir dapat dilenyapkan dari bmi Andalus, tiba-tiba perselisihan di antara Arab Mudhar dengan Arab Yaman muncul: Pada tahun 125 H Abu Al Khatar berrkuasa di Andalusia dan berhadapan dengan Ash Shamil bin Hatim --  yang yang berdarah Arab Mudhar – yang berhasil diturunkan dari kursi kekuasaannya lalu ditawan serta salah seorang dari mereka diangkat sebagai pengganti (125 H ).Selama empat bulan Andalus berdiri tanpa pemimpin. Pada waktu kondisi negara semakin kritis, barulah konsensus dapat diwujudkan dengan mengakngkat Yusuf bin Abdurrahman bin Habib bin Abu  ‘Ubaidah Al Fihri; pada tahun 129 H jadilah Yusuf yang berdarah Arab Mudhar sebagai gubernur Andalusia .Stabilitas pun lalu dapat diwujudkan selama satu tahun. Kemudian pemerintah kembali pada orang-orang Arab Yaman, sehingga jabatan pun kembali dipegang oleh orang-orang dari kaumnya yang mereka sukai. Setelah masa satu tahun berlalu, orang-orang Yaman berkumpul untuk memilih seseorang diantara mereka menjadi pemimpin. Kemudian Ash Shamil menyerangnya sehingga banyak diantara mereka yang mati terbunuh.Orang-orang pun sepakat tanpa ada seorang juga yang menolak untuk mengangkat Yusuf sebagai gubernur, sehingga Yusuf berlanjut menjadi gubernur Andalusia sampai Abdurrahman Bin Muawiyah bin Hisyam mengalahkannya.
KEKUASAAN BANI UMAYAH DI SPANYOL
Sejak  pertama kali datang di Spanyol sampai dengan berakhirnya kekuasaan islam di sana, Islam telah memainkan peranan yang sangat besar. Masa ini berlangsung selama hampir delapan abad (711—149 M). Pada tahap awal semenjak menjadi wilayah kekuasaan Islam, Spanyol diperintah oleh wali-wali yang diangkat oleh pemerintahan Bani Umayah di Damaskus. Pada periode ini kondisi sosial politik Spanyol masih diwarnai perselisihan disebabkan karena komplesitas etnis dan golongan. Selain itu juga timbul gangguan dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di wilayah-wilayah pedalaman. Periode ini berakahir dengan datangnya Abdurrahman al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H./755 M..

Penguasa Daulat Umayyah Di Andalusia

756—788    Abdurrahman I
788—796    Hisyam I
796—822    Hakkam I
822—852    Abdurrahman II
852—886    Muhammad I
886—888    Almunzir
ibnu Muhammad
888—912S    Abdullah ibnu Muhammad
912—961    Abdurrahman III
961—976    Hakam II (al-mustansir)
976—1009    S Hisyam II (al muayyad)
1009—1010    Muhammad II al mahdi
1010    Sulaiman Al-Musta’in
1010    Muhammad II al mahdi
1010—1016    Hisyam II al muayyad
1016    Sulaiman Al-Mustain
1010—1023    Abdurrahman IV al muratadha
1023    Abdurrahman V al mustazir
1023—1027    Muhammad III al mustakfi
1027—1031    Hisyam III al muktadi


A.    PERIODE KEAMIRAN UMAYYAH
Pada periode ini Spanyol dipimpin seorang penguasa yang bergelar Amir (panglima/ penguasa) yang tidak terikat oleh pemerintahan pusat. Amir pertama adalah Abdurrahman I, setelah  berhasil menyelamatkan diri dari kekejaman al- Saffah, Abdurrahman menempuh pengembaraan ke Palestina, Mesir, dan Afrika Utara, hingga akhirnya ia tiba di  Cheuta. Di wilayah ini ia mendapat bantuan bangsa Beber dalam menyusun kekuatan militer. Pada masa itu Spanyol sedang dilanda permusuhan antar etnis Mudarriyah dan Himyariyah. Abdurrahman dimintai bantuan oleh pihak Himyariyah yang sedang merencanakan pemberontakan akibat perlakuan gubernur Yusuf. Pada tahun 755 Abdurrahman tiba di Spanyol. Abdurrahman berhasil memenangkan peperangan di Massarat sehingga ia menduduki tahta kekuasaan Spanyol sebagai bagian  dari kekuasaan dinasti Umayyah di Damaskus.
Semenjak menjabat sebagai penguasa Spanyol, Abdurrahman menghadapi berbagi gerakan pemberontakan internal. Gangguan pihak luar yang terbesar adalah serbuan pasukan Papin, seorang raja Prancis dan putranya yang bernama Charlemagne. Namun pasukan pengganggu ini dapat dikalahkan oleh kekuasaan Abdurrahman. Belum selesai menangani aksi pemberontakan ia keburu meninnggal dunia pada tahun 172 H/788 M., sebelum Amirat Umayah di Spanyol ini berdiri tegak.
Hisyam I (172—180 H/788—796 M.)
Abdurrahman digantikan oleh putranya yang bernama Hisyam I. Ia merupakan penguasa yang lemah lembut dan administratur yang liberal. Ia mestilah menghadapi pemberontakan yang dilancarkan oleh saudaranya sendiri di Toledo, yakni Abdullah bin Sulaiman, pemberontakan ini dapat ditaklukan oleh Hisyam. Selanjutnya Hisyam mengarahkan perhatiannya ke wilyah utara. Umat Kristen yang tidak hentinya melancarkan gangguan keamanan ditindasnya sekaligus mengalahkan Prancis. Kota Norebonne ditaklukannya, semantara suku-suku yang tinggaldi Galicia mengajukan perundingan perdamaian.
Hisyam merupakan penguasa yang adil, dan bermurah hati khususnya terhadap rakyatnya yang lemah dan miskin. Ia senantiasa mengetahui keluhan si miskin, dengan  keluar masuk perkampungan Kordoba, dan dengan mengunjungi mereka yang sedang sakit. Sekalipun temperamennya lemah lembut, namun seringkali ia menunjukan sikapnya yang tegas terhadap para perusuh dan pemberontak yang mengncam stabiltas negara. Ia membangunjembatan Kordoba dan merampungkan pembangunan mesjid-gereja yang dimulai oleh ayahnya. Dalam bidang hukum, Hisyam menganut madzhab Maliki dan menjadikannya sebagai madzhab resmi di Andalusia.
Hakam I (180—207 H/ 796—822 M)
Sepeninggal Hisyam, Hakam menggantikan kedudukannya. Banyak gerakan pemberontkan yang harus dihadapinya. Diantaranya adalah yang dilancarkan Abdullah yang meminta bantuan kepada Chaelemagne, raja Franka. Ia berhasil menguasai Toledo, sedang saudaranya yang bernama Sulaiman menguasai Valencia. Pada saat ini Louis dan Charles berhasil menyusup ke wilayah musli, sedang Alfonso, panglima suku Calcia menyerbu kota Aragon. Hakam membuktikan kemampuannya dalam tugas mengatasi musuh-mush tersebut. Bangsa Frangka dan Calcia dikalahkannya. Ia selanjutnya menuju Toledo untuk menghentikan pemberontkan Sulaiman dan Abdullah. Namun tatkala Hakam lengah, datang serangan bangsa Franka yang berhasil merebut Barcelona. Pada tahun 190 H/805 M dan pada tahun 199 H/814M Cordoba diguncang oleh gerakan pemberontakan, namun kota ini segera dapat diamankan setelah  Hakam mengalahkan kekuatan pemberontak.
Hakam meninggl pada tahun 207 H/822 M, setelah berkuasa selama 26 tahun, suatu periode yang paling banyak diwarnai pertempuran. Ibnu al-Thir, mencatanya sebagai penguasa Andalusia pertama yang bijaksana sekligus kesatria. Satu kekurangannya adalah tidak bersikap ramah terhadap Fukoha. Ia tidak menghendaki campur tangan Fuqaha dalam urusan negara. Inilah sebab timbulnya gerakan Fuqaha yang berusaha menggulingkan Hakam. Mereka muncul sebagai oposisi Hakam dan berusaha menciptakan kegaduhan hingga melatari terjadiya gerakan pemberontkan di Cordoba.

Abdurrahman II (207—238 H/822—852 M)
Abdurrahman II mewarisi kejayaan dan kemakmuran yang diciptakan oleh
pandahulunya, Hakam. Kerusuhan yang terjadi pada saat ini antara lain ditimbulkan oleh umat Kristen di daerah pedalaman yang di kepalai pimpinan suku Leon, juga terdapt serbuan bangsa Normadia terhadap wilyah pantai Spanyol. Kedua kekuatan ini dapat dikalahkan. Pada masa pemerintahan Abdurrahman II selama 30 tahun ini, perekonomian rakyat mengalami kemajuan dan kemakmuran. Ia sangat mencintai seni, perpustakaan, dan berusaha membangun Cordoba sebagai bagdad II. Ia mendirikan sejumlah istana, taman, taman, dan menghiasi ibukota dengan berbagai bangunan mesjid yang indah. Banyak ilmuanyang berkumpul di istananya, yang sebagian mereka berasal dari bagdad.
Muhammd I (238—273 H/853—886 M)
Muhammad menggantikan kedudukan ayahnya, Abdurrahman II. Pada saat ini masyarakat Kristen Toledo dengan bantuan suku Leo bangkit menentang Muhammad. Pasukan Muhammad menumpas kekuatan pemberontak dalam pertempuran  di Guedelet. Di Cordoba timbul gerakan perusuh. Muhammad segera menempuh langkah-langkah pengamanan ibukota ini dengan menumpas semua kekuatan pemberontak. Kekacauan di pusat pemerintahan ini dimanfaatkan oleh bangsa Prancis dengan menciptakan gangguan di wilayah utara, dan oleh Normandia yang melancarkan serbuan terhadap wilayah pantai Spanyol. Kedua kekuatan asing ini dapat dikalahkan oleh pasukan Muhammad I. Pada ahir masa pemerintahan, muncul sejumlah pemberontakan di berbagai penjuru. Seorang muslim Spanyol yang bernama Musa mengklain sebagai penguasa kota Argon. Pemberontakan di wilyah barat di pimpim oleh ibn Marwan. Pemberontakan terbesar terjadi di wilayah perbukitan antara kota Ronda dan Malaga yang di pimpin oleh Umar ibnu Hafsun. Ia berusaha mendirikan sebuah negri yang merdeka, dengan kedudukan tokoh-tokoh kristen dan penguasa Franka. Muhammad mengirim pasukan yang dipimpin Munzir yang bergerak ke Utara berhasil menundukan Siragosa dan selanjutnya menghancurkan ibnu Marwan. Di tengah pertempuran melawan kekuaatan umar ibnu Hafsun, terdengar berita kematian Muhammad I. Maka munzir segera mengakhiri pengepungannya dan kembali ke ibukota untuk menerrima penyerahan tampuk pemerintahan.
Muhammad I merupakan penguasa adil dan bijaksana. Berhasil mencapai reputasi yang gemilang selama 34 tahun masa pemerintahannya. Ia meningkatkan taraf hidup masyarakatnya, dan menjalankan pemerintahan sesuai perinsip dasar yang berlaku. Ia adalah tokoh pendidikan dan pencinta ilmu pengetahuan.
Munzir (273—275 H/886—888 M)
Munzir merupakan penguasa yang enerjik dan pemberani. Seandainya ia berusia panjang, niscaya ia cukup mampu menegakan kedamaian dan ketertiban negara. Munzir memimpin sendiri pasukan untuk menghadapi pasukan Umar ibn Hafsun. Ia keburu meninggal sebelum berhasil mengamankan negara dari gangguan para pemberontak.
Abdullah (275—300 H/888—912M)
    Saudara Munzir ini pada masanya banyak menghadapi perlawanan dari masyarakat Spanyol pedalaman bahkan kelompok Arab Airstokratis pun menentangnya. Pertengkaran yang sengit terjadi antarkalangan Arab, kalangan Seville, kalangan Elvire.

B. PERIODE KEKHOLIFAHAN UMAYYAH DI SPANYOL
Abduurahman III (300—350H/912—961M)
 Abdurrahman menggantikan kedudukan ayahnya pada usia 21 tahun. Penobatannya disambut dan diterima oleh segenap kalangan. Pada tahun 301/913M. Abdurrahman mengumpulkan pasukan militer yang sangat besar. Pihak musuh dan pihak perusuh gentar dengan kekuatan Abdurrahman III. Dengan demikian tanpa perlawanan ia menaklukan kota-kota besar di belahan utara Spanyol, kemudian Seville.
Abdurrahman merupakan orang pertama yang mengkalim sebagai kholifah dengan gelar al-Nashir lidinillah (penegak agama Allah), setelah ia berhasil dalam perjuangan menumpas pemberontakan Kristen suku Leon dan Naverre. Dengan demikian pada masa ini terdapat dua kholifah sunni di dunia islam : kholifah Abbasiyyah di Bagdad dan kholifah Ummyah di Spanyol, dan seorang kholifah syiah Fatimiyyah Afrika Utara yang kemudian mengusir khalifah Abdurrahman dari Afrika. Khalifah Abdurrahman III tidak menyukai kelas bangsawan Arab yang tinggal di Spanyol, karenanya ia lebih suka merekrut tentara non-Arab. Hal ini menimbulkan gerakan bangsawan Arab menentang kebijakan sang kholifah. Dalam pertempuran al-Khandak dan pengepungan kota Zamora, militer Arab menderita kehancuran dan kekalahan.
 Abdurrahman merupakan penguasa Umayah terbesar di Spanyol. Seluruh gerakan pengacau dan konflik dapat diatasinya sehingga negara dapat diamankannya dan diikuti dengan penaklukan kota Elvira, Jain, Seville. Tidak hanya itu ia juga telah menciptakan kemakmuran dan kemajuan Spanyol baik ekonomi, pertanian, ndustri, perdagangan, dan pendidikan. Terutama pada masanya ini seni arsitektur mengalami kemajuan peradaban yang menakjubkan, Cordoba pada saat iru memeiliki 300 mesjid, 100 istana yang megah, 13.000 gedung dan 300 tempat pemandian umum. Ia adalah penguasa yang paling lembut dan dermawan dan banyak dikenal/masyhur sampai keluar negeri.
Hakkam II (350—366H/961—976M)
Hakkam menggantikan kedudukan ayahnya, Abdurrahman. Pada masa ini pimpinan suku Naverre berusaha melepaskan diri karena ia dianggapnya terpelajar dan suka perdamaian sehingga tidak akan mampu dan menuntut ketentuan perjanjian sebelumnya.Tetapi ternyata bahwa Hakkam membuktikan dirinya tidak hanya seorang terpelajar melainkan juga pemimpim militer yang cakap. Sancho (pemimpin suku Kristen) ditundukannya; pasukan Ghalib dapat mencapai sukses menegakan kekuasaan Spanyol di Afrika Barat; suku Berber, Mikansa, dan Zenate mengakui kepemimpinan Hakkam.
Kegiatan intelektual pada masanya mengalami kemajuan. Ia mengirimkan sejumlah utusan keseluruh wilayah timur untuk membeli buku-buku dan manuskrip, atau menyalinnya. Dalam gerakannya ia berhasil mengumpulkan tidak kurang dari 400.000 buku dalam perpustakaan negara di Cordoba, katalog perpustakaan ini terdiri dari 44 jilid. Para ilmuan, filosof, dan ulama dapat secara bebas memsukinya. Ia juga banyak mendirikan sekolahan di ibukota. Universitas Cordoba merupakan universitas di dunia pada saat itu.
Hisyam II (1010—1016 M.)
Setelah hakkam II wafat, putra bungsu Hisyam I, menggantikannya.hal ni karena putra tertuanya telah meninggal dunia. Putranya yang menggantikannya saat umur 12 tahun. Setelah itu para Punggawa kerajaan banyak yang merongrong untuk menggulingkan kekuasaan. Akhirnya Hajib al-Mansur, pengasuh Hisham II memangku jabatan sebagai Hajib sehingga kebijakan- kebijakan politik yang strategis ditentukan olehnya, sementara hisham II hanya dijadikan boneka saja. Periode ini, pembangunan juga maju, salah satunya adalah pembangunan gedung dengan nama al-Zahira yang juga dipersembahkan untuk istri tercintanya. Hitti menilai, bahwa masa Abdurrahman III dan Hakam II yang tentram dan periode Al-Mansur yang otoriter menandai sebagai puncak kejayaan islam di Barat. Setelah Al-Mansur wafat (Dozy,1913:521) pada 1001. Hitti (2005:679) pada 1002 M.kejayaan islam di Andalusia,mengalami kemunduran, akhirnya muncul dinasti-dinasti kecil, yang menenggelamkan kekhalifahan Umayyah II secara total pada 1031 M.
Sulaiman 
Muhammad al-Mahdi digantikan tokoh Umayyah lain yang bernama Sulaiman. Semenjak masa ini proses kemunduran dan  kejatuhan kekhalifahan Spanyol berlangsung secara cepat. Tidak beberapa lama Hisham II merebut jabatan khalifah untuk kedua kalinya. Bersamaan dengan ini Cordoba, pusat kekhilafahan Spanyol, dilanda kekacauan politik. Akhirnya pada tahun 1013 M., dewan mentri yang memerintah Cordoba menghapuskan jabatan kholifah. Pada saat ini kekuatan muslim Spanyol terpecah  dalam banyak negara kecil di bawah pimpinan raja- raja atau muluk al-thawaif. Tercatat lebih tiga puluh negara kecil yang berpusat di Seville, Cordoba, Toledo dan lain-lain. 
Kekuatan Kristen wilayah utara Spanyol bergerak untuk bangkit. Kekacauan pemerintahan pusat dimanfaatkan mereka sebaik-baiknya. Alfonso VI, penguasa Castille yang menjabat sejak tahun 486 H./1065 M., berhasil menyatukan tiga basis kekuatan Kristen: Castille, Leon, Navarre, menjadi sebuah kekuatan militer hebat untuk menyerbu Toledo. 
C. MASA DINASTI- DINASTI KECIL
Sekalipun pada masa ini kekuatan muslimSpanyol terpecah menjadi sejumlah negara keci, namun terdapat kekuatan yang dominan yakni dinasti Murabithun (1086—1143 M.) dan dinasti Muwahhidun (146—1235 M.). dinasti Murabithun pada mulanya merupakan gerakan keagamaan di Afrika Utara yang dipimpin oleh tokoh-tokoh agama (para kiai) yang tinggal di Ribath (sejenis Surau) yang dipimpin oleh seorang guru yang bernama Abdullah ibn Yasin. Gerakan Ribath ini berubah menjadi gerakan militer yang melakukan gerakan ekspansi di bawah pimpinan ibnu Tasyfin yang berpust di kota Marrakusy.
Untuk menghadapi situasi kritis dari serangan orang-orang Kristen, raja-raja kecil di Spanyol meminta bantuan Yusuf ibnu Tasyfin. Pada tahun 1086 ia memasuki Spanyol di dekat Seville. Dalam peperangandi Zallaqah,kekuatan gabungan ini berhasil mengalahkan pasukan alfonso. Kemenangan ini menjadikan Yusuf ibnu Tasyfin sebagai raja Spanyol. Ia digantikan oleh Abul Hassan yang merupakan pengganti  Yusuf yang paling kuat.        
    
        Al-muwahhidun didirikan oleh ibnu Tumart, berasal dari kawasan Sus di Afrika Utara. Ibnu Tumar menamakan gerakannya dengan al-Muwahhidun karena gerakan ini bertujuan untuk menegakan tauhid (keesaan Allah), menolak segala bentuk pemahaman anthropomorfisme (tajsim) yang dianut Murabitun. Karena itu, semangat perjuangan ibnu Tumart adalah menghancurkan kekuatan Murabitun. Di tangan Abdul Mun’im, seorang panglima militer ibn Tumart dan sekaligus pengganti kedudukannya, Muwahhidun berhasil memasuki Spanyol. Antara tahun 1114—1154 M., kota-kota muslim di Spanyol jatuh ke tangannya: Cordoba, Almeria, dan Granada. Abdul Mun’im digantikan oleh saudaranya yang bernama Abu Ya’kub, dan kemudian tampilah Ya’kub sebagai penerusnya. Setelah kematian Ya’kub, Muwahhidun mengalami masa kemundurannya. Bersamaan dengan kemunduran Muwahhidun ini, pasukan salib yang telah dikalahkan oleh Salahudin di Palestina kembali ke Eropa dan mulai menggalang kekuatan baru di bawah kekuatan Alfonso IX. Kekuatan Kristen ini mengulangi serangannya ke Andalusia. Kali ini mereka berhasil  mengalahkan kekuatan muslim Muwahhidun. Setelah beberapa kali mengalami kekalahan dan terus terdesak, akhirnya penguasa Muwahhidun meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara (Maroko). Sepeninggal Muwahhidun ini, Spanyol timbul kembali sejumlah kerajaan kecil. Diantaranya mereka yang terbesar adalah kekuatan Muhammad ibnu Yusuf ibnu Nasr yang lebih dikenal sebagai ”ibnu Ahmar’ ia berhasil menegakan sebuah kerajaan selama kurang dua abad.
Kerajaan Granada
Kerajaan Granada merupakan pertahanan terakhir muslim Spanyol. Pemerintahan muslim Spanyol tinggal bertahan di propinsi Granada. Penguasa Granada dipaksa membayar sejumlah upeti kepada pemerintahan Castille. Kerajaan Granada ini didirikan oleh ibn al-Ahmar. Dimasanya ia tidak mampu menghadapi kekuatan pasukan Kristen. Tetapi, ia berusaha menahan tekanan dari pemerintahn Kristen (terutama dari Ferdinand III), hingga akhirnya berhasil menjadikan Granada sebagai salah satunya wilayah pemerintahan muslim sampai dengan tahun 1429 M.. Persekutuan antara wilayah Aragon dan Castille melalui perkawinan Ferdinand dan Isabella melahirkan kekuatan besar untuk merebut kekuasaan terakhir umat muslim Spanyol. Namun Abul Hasan penguasa Granada pada waktu itu, dapat mematahkan beberapa serangan meraka dan bahkan Abul Hasan menolak membayar upeti  terhadap pemerintah Cestille.
Situasi pemerintahan pusat di Granada semakin kritis dengan terjadi beberapa kali perselisihan dan perebutan kekuasaan antara Abul Hasan dengan anaknya, Abu Abdullah. Serangan pasukan Kristen yang berusaha memanfaatkan situasi ini dapat dipatahkan oleh Zaghal, saudara Abul Hasan. Zigahal menggantikan ayahnya dan berusaha mengajak Abu Abdullah menggabungkan kekuatan dan menghadapi musuh Kristen. Abdullah menolak ajakan itu sehingga ketika keduanya terjadi permusuhan, pasukan Kristen melancarkan sebuan dan menduduki Alora, Kasi-Bonela, Ronda, Malaga, Loxa dan beberapa kota penting lainnya. Tinggal sebagian kecil yang tetap kekuasaan Zighal yang akhirnya diserang oleh Ferdinand , hingga Zighal menyerah dan melarikan diri ke Afrika. Dalam serangan besar pasukan Ferdinand berhasil menghancurkan satu-satunya kekuatan muslim yang dipimpin oleh Abu Abdullah. Sang raja dipaksa menyampaikan sumpah setia kepada Ferdinand, dan bersedia melepaskan harta kekayaan umat muslim, dengan syarat umat islam diberi hak hidup dan kebebasan beragama. Peralihan kekuasaan oleh ferdinand terjadi pada tanggal 3 januari 1494 M.. tidak lama kemudian Ferdinand mengeluarkan sebuah dekrit dimana umat islam harus memilih dua alternatif, bersedia dibaptis sebagai pemeluk kristen atau keluar dari Spanyol.
D. SEBAB KERUNTUHAN KEKHILAFAHAN UMAYAH DI SPANYOL
1.    kehidupan negara nuslim spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara pihak muslin dengan pihak Kristen.
2.    fanatisme kesukuan sangat besar mereka saling memperebutkan supremasi kesukuan dan bahkan berusaha mendirkan sebuah negara kesukuan yang merdeka.
3.    peselisihan anatara kaum industrialis dan kaum proletar yang ikut menggangu perekonomian negara.
4.    serangkaian serangan dari suku-suku Kristen di wilayah Spanyol Utara.
5.    imperium Islam di Spanyol tidak didirikan berdasarkan rasa kebangsaan.
6.    adanya beberapa daerah yang belum dapat diduduki sepenuhnya waktu ekspansi Islam seperti  Calcia.
7.    para penguasa Islam cukup puas dengan menerima upeti dan tidak melakukan Islamisasi secara sempurna, bahkan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat kebiasaan kaum Nasrani.
8.    loyalitas militer Islam sangat diragukan, kedisiplinan mereka ditergantungkan berdasarkan gaji.
9.    peralihan kekuasaan tidak jelas, maka sering terjadi perebutan kekuasaan sesama ahli waris.

E. KEMAJUAN PERADABAN MUSLIM DI SPANYOL
1. Kemajuan IImu Pengetahuan. 
Sebagian penulis sejarah itu ada yang menyatakan bahwa pengkajia keilmuan secara ilmiah di (wilayah) Barat (Spanyol dan sekitarnya), pelaksanaannya, lebih dulu terjadi di (wilayah) Timur (Bagdad dan sekitarnya). Dengan demikian, masyarakat intelek muslim yang ada di wilayah barat berhutang budi kepada saudara-saudara mereka yang berada di Timur.(Madkour, 1988, 53). 
Kondisi tersebut terlihat dari informasi bahwa Ibnu Jubair, seorang pengelana dari Spanyol, sangat tercengang dengan fenomena yang dilihatnya di Timur. Begitu banyak sekolah dan berbagai hasil bumi yang di hasilkan oleh badan-badan wakaf di sana. Selanjutnya ia mengajak orang-orang yang ada di Barat untuk menuntut ilmu ke Timur. 
Namun demikian dalam hal penterjemahan bahasa yunani. Masyarakat intelek Islam di Spanyol, (pada saat tertentu) mendapat bantuan langsung dari kekaisaran Bizantium. Disebutkan bahwa pada tahun 949 M, kaisar Constantinus menghadiahkan kepada Abdurrahman III sebuah salinan dari Dioscorides (naskah mengenai tumbuh-tumbuhan) dalam bahasa yunani. Akan tetapi kebetulan di Cordova pada saat itu tidak ada seorang pun (sicl) yang faham bahasa yunani. Oleh sebab itu, Abdurahman III minta kepada kaisar untuk mengirimkan seorang biarawan yang (kemudian datanglah seorang) bernama Nicholas, yang tidak hanya menerjemahkan Dioscorides, akan tetapi langsung mengajar bahasa yunani di Cardova (Qadir, 1989: 41). 
Diantara ilmu yang "muncul" dan berkembang di Spanyol, terdapat ilmu kebahasaan, ilmu pendidikan, ilmu kepustakaan: ilmu kesejarahan, ilmu keperjalanan, ilmu kealaman, dan ilmu keagamaan serta pengaruhnya terhadap dunia barat dewasa ini selanjutnya, dalam kebudayaan, terdapat kemajuan yang pesat dibidang kesenian, pertekstilan, desain dan arsitektur serta pembangunan sarana fisik lainnya. Berikut ini akan dijelaskan tentang bidang-masing-masing di atas. 

a. IImu Kebahasaan. 
Seperti telah disinggung, secara umum, diatas, dalam ilmu bahasa murni juga, filologi,tata bahasa, leksikografi, masyarakat intelek Islam di Spanyol sebetulnya (sedikit) tertinggal jika di banding dengan orang-orang Irak (namun kemudian prestasi-prestasi) yang cukup spektakuler bermunculan). Al-Qali (901-67 M), seorang profesor universitas Cordova kelahiran Amenia (awalnya) belajar di bagdad, baru kemudian disusul oleh Muhammad bin Hasan AI-Zubaydi (928-989), seorang muridnya yang berdarah asli Spanyol (kelahiran Seville) yang mewarnai hampir seluruh ilmu gurunya itu (Hitti, 1970:557). Orang Islam Spanyol juga berjasa atas penyusunan tata bahasa (orang) Yahudi (Hebrew) yang secara esensial didasarkan atas tata bahasa Arab. Selanjutnya, dibidang sastra, terdapat juga kemajuan yang sangat berarti dan melahirkan banyak tokoh. Ibnu Abd Rabbih, seorang pujangga (yang sezaman dengan) Abd Rahman III mengarang Al'Iqd Al-Farid dan Al-Aghani. 'Ali bin Hazm (terkenal dengan nama Ibnu Hazm) juga menulis sebuah antologi sya'ir cinta berjudul Tawq Al-Hamamah. (Khan, 1980:94). Dalam bidang sya'ir, yang digabungkan dengan dengan nyanyian, terdapat tokoh Abd AI-Wahid bin Zaydan (1003-1071) dan Walladah (meninggal 1087) yang melakukan improvisasi spektakuler dalam bidang ini. Karya mereka, muwashshah dan jazal merupakan karya monumental yang pernah mereka ciptakan pada masa itu, (Khan, 1980:94 ) sehingga orang-orang Kristen mengadopsinya untuk himne-himne Kristiani mereka. 
b. IImu kependidikan 
Titik berat ilmu kependidikan yang berkembang pada masyarakat intelek Islam Spanyol adalah perhatian mereka pada keharusan seseorang bisa membaca dan menulis yang secara mendasar ditujukan kepada (kecakapan membaca dan menulis) Al-Qur'an, tata bahasa Arab dan sya'ir. Di samping itu kegiatan kependidikan juga (dalam hal-hal tertentu) berpusat pada persoalan-persoalan hukum atau Fiqh (yang merupakan istilah derivat tidak langsung dari kata syari'ah atau wahyu dan mengalami penyempitan makna (Watt, 1992:6). Dalam masyarakat Islam Spanyol, wanita juga memperoleh kedudukan yang tinggi dalam hal penerimaan pendidikan. Suatu keadaan yang (sedikit berbeda dengan kondisi Geografis dunia Islam pada umumnya) sangat kontras dengan keadaan umum masyarakat Eropa pada waktu itu. 
Dengan kondisi seperti itu pada abad-abad berikutnya jumlah orang yang belajar ke Spanyol terus bertambah. Universitas-universitas Cordova, Toledo, Granada, Clan Sevilla-di banjiri para mahasiswa dari bebagai penjuru Eropa, Africa Utara dan Timur 
Tengah. Kondisi seperti itulah yang belakangan dipercayai berjasa mengantar Renaissance dan Reformasi Ilmu Pengetahuan di Eropa. 
c. IImu Kepustakaan 
Dengan menitik beratkan kepada Ilmu pendidikan masyarakat Intelek Islam Spanyol sudah pasti menyediakan sarana-sarana penunjang, agar apa yang mereka lakukan bisa berhasil seoptimal mungkin. Keberadaan perpustakaan dengan sejumlah besar bukunya merupakan salah satu diantara sekian sarana penunjang kependidikan yang menjadi pusat perhatian mereka. Sebagai contoh, perpustakaan AI-Hakam yang jumlah bukunya mencapai 400.000 buah (Al-Siba'iy, 1992: 183). Disamping itu juga bursa buku adalah kegiatan yang sering ditemui di Cordova. Suatu kondisi logis dari sebuah masyarakat intlek yang memusatkan perhatian kepada pengkajian-pengkajian ilmiah. 
Sumber-sumber dana yang berasal dari badan-badan wakaf yang didirikan secara khusus untuk itu telah sangat membantu peningkatan kualitas perpustakaan. Managemen Lay out berkembang seiring perkembangan perpustakaan tersebut 
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara 8
termasuk di dalamnya katalogisasi. Administrasi dan birokrasi peminjaman buku-buku dilaksanakan dengan baik dalam arti adanya ketentuan-ketentuan tertentu bagi peminjam yang terdiri dari dua golongan; yaitu golongan ulama dan non ulama. 
d. IImu Kesejarahan. 
Perkembangan ilmu kesejarahan di Spanyol tidak bisa lepas dari peran Ibnu Khaldun (1332-1406 M) sebagai sosok reformer, baik analisis sejarah murni ataupun historiografi. Kelahirannya memang agak belakangan dibanding dengan tokoh-tokoh sejarah Spanyol seperti Ibnu Qutaybah (wafat 977 M) dan Ibnu Hayyan (988-1076 M) serta sejarawan lainnya Namun sebuah karya monumentalnya, Muqaddimah, telah mencuatkkan namanya menjadi sosok luar biasa terutama dalam Ilmu sejarah. Teori life cycle untuk dinasti-dinasti baik secara langsung ataupun tak langsung telah di adopsi oleh para ilmuan dunia menjadi teori Civilization life cycle.
e. IImu Keperjalanan 
Perkembangan Ilmu keperjalanan ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh geografi di kalangan masyarakat intelek Islam di Spanyol diantaranya Abu Ubayid al-Bakri (wafat 1094 M), AI- Idrisi lahir 1100 M dan Abu al-Husain bin Ahmad (Iahir 1145 M) merupakan tokoh-tokoh diantara para tokoh geografi yang belakangan melahirkan tokoh-tokoh adventurers, seperti Ibnu Jubair yang melakukan journey pulang-pergi dari Granada ke Mekkah melalui Mesir, Irak, Syria dan Sicilya. 
Tokoh legendaris yang belakangan muncul adalah Ibnu Batutah (1304-1377 M). Dia telah melakukan 4 kali perjalanan Haji ke Mekah yang dilanjutkan dengan petualangannya ke berbagai negeri Muslim. Negeri-negeri di Timur seperti Srilangka dan Bengal telah dikunjunginya bahkan sampai ke Cina. Perjalana terahirnya pada tahun 1353 telah membawanya ke pedalaman Afrika. (Hittl, 1970:569). 
f. IImu Kealaman 
Perkembangan Ilmu kealaman di masyarakat intlek Islam Spanyol ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh dalam cabang-cabang ilmu tersebut seperti astronomoi, matematika, ilmu tumbuhan kedokteran dan lain-lain. Dalam perkembanganya terdapat satu ilmu sempalan dari astronomi yang kemudian dinilai kontroversial oleh umumnya masyarakat Islam yaitu astronomi dangan tokohnya Abu Ma'syar (al-falaki). la mengatakan bahwa posisi bintang-bintang berpengaruh terhadap kelahiran, kematian dan apa saja yang terjadi dimuka bumi ini. 
Namun demikian perkembangan ilmu astronomi "murni", yang melatar belakangi ilmu astronomi modern, terus berkembang, sampai menjelang abad pertengahan. Bersamaan dengan itu matematika juga memiliki tokoh-tokohnya tersendiri. Sekalipun sering pula diantara tokoh itu, kepiawaiannya juga meliputi ilmu-ilmu lain, seperti Al-Majriti (lahir 1007 M), Al-Zarqali (1029-1087 M), Ibnu Aflah (lahir 1140 M), dan AI-Bitruji (lahir 1204 M). Mereka itu ahli astronomi dan matematika sekaligus. 
Dalam ilmu tumbuh-tumbuhan, apakah itu ilmu murni atau terapan dan dengan berbagai macam penelitian, terdapat juga perkembangan yang cukup pesat. Salah satu contoh adalah observasi yang tepat, yang telah dilakukan Ibnu Sab'in: terhadap perbedaan kelamin antara pohon palm dan rami. Hasil penelitian itu adalah ada tiga kelompok tumbuhan dalam hal proses reproduksinya. Adanya yang melalui stek, persemaian benih, dan ada yang tumbuh secara spontan.(Hitti, 1970:574). 
Perkembangan ilmu tumbuh-tumbuhan tersebut, berjalan seiring dengan perkembangan ilmu farmasi dan kedokteran. Hal tersebut disebabkan, secara terapan, ilmu tersebut berperan sebagai supplier terhadap ilmu farmasi dan kedokteran. Obat-obatan yang ditentukan dan dipakai oleh para dokter, sumber penelitiannya memang dari ilmu tumbuh-tumbuhan. Dalam perkembangan kedokteran tercatat dokter wanita dari keluarga Ibnu Zuhr.(Arsyad, 1988: 95). Di atas telah dikemukan sejumlah tokoh ilmu pengetahuan. Namun demikian, untuk melengkapi uraian tersebut, berikut ini akan dikemukakan secara selintas (breifley) beberapa tokoh lainnya sekaligus dengan sfesifikasl keahlian yang dimiliki masing-masing tokoh tersebut. Agar lebih jelas penulis menampilkan dalam bentuk table :
g. Para Tokoh Ilmu Pengetahuan 
NAMA     USIA     KEAHLIAN     KARYA TULIS        
Al-Zahrawiy     Hidup abad X     Ahli Bedah     Al-Tasrif        
Ibnu Julul     944-994 M     Dokter Khalifah     Thabaqod Al-Thib        
Ibnu Al-Wafid     1007-1067 M     Farmakolog 
Dokter 
Ahli Tumbuhan     Kitab Al-Wisad        
Abu Marwan     Wafat 1078 M     Ahli Figh 
Ahli Qur’an 
Kedokteran        
Abu-al-A’la     Wafat 1030 M     Ahli Hadist 
Ahli Filsafat 
Ahli Diagnosa        
Abu Marwan     1092-1162 M     Dokter 
Parasitolog 
Ahli Diagnosa (teman Ibnu Rusd)     Al-Iqtida 
Al-Aghdiya        
Ibnu Safar     Wafat 1035     Ahli Matematika 
Ahli Astronomi     Tabel Astronomi 
Astrolable      
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim, Muhammad.2009.Sejarah PEMIKIRAN DAN PERADABAN
ISLAM.Yogyakarta:Pustaka Book Publiser.
So’ub, Jousouf.1996.SEJARAH ISLAM.










MATERI
SETTING SEJARAH SOSIAL  MASA DINASTI ABBASIYAH[16]
PENDAHULUAN
Islam mencapai puncak kejayaan atau yang sering kita dengar dengan masa keemasaan yaitu pada masa Abbasiyah. Yaitu dimana para khalifah dan masyarakat setempat (umat islam) menjadikan ilmu pengetahtuan dan agama sebagai bahan pokok dalam pengkajian ilmu. Maka tak khayal apabila mereka mencurahkan segala kemampuan dan usaha mereka hanya demi untuk mengkaji ilmu pengetahuan. Pada masa ini islam banyak melahirkan para ilmuan dan ilmu – ilmu pengetahuan yang hingga saat ini masih dijadikan sebagai rujukan oleh para ilmuan masa kini dalam mengkaji berbagai ilmu pengetahuan. Masa keemasaan islam (bani Abbasiyah) ini lahir atau tercapai tidak secara langsung, namun melalui proses yang begitu berat dan lama. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami akan mengkaji atau membahas bagaimanakah proses berdirinya  Bani Abbasiyah, politik sosial yang terjadi pada waktu tersebut, corak penyebaran hadits dan pertumbuhan atau perkembangan ilmu sains dan agama yang terjadi pada zaman Bani Abbasiyah.
1.                  Latar Belakang Berdirinya Abbasiyah (750-847 M – 132-232 H)
Awal kekuasaan Dinasti Bani Abbas ditandai dengan pembangkangan yang dilakukan oleh Dinasti Umayah di Andalusia (Spanyol). Di satu sisi, Abd al-Rahman al-Dakhil bergelar amir (jabatan kepala wilayah ketika itu); sedangkan disisi yang lain, ia tidak tunduk kepada khalifah yang ada di Baghdad. Pembangkangan Abd al-Rahman al-Dakhil terhadap Bani Abbas mirip dengan pembangkangan yang dilakukan oleh muawiyah terhadap Ali Ibn Abi Thalib. Dari segi durasi, kekuasaan Dinasti Bani Abbas termasuk lama, yaitu sekitar lima abad. Abu al-Abbas al-Safah (750-754 M) adalah pendiri dinasti Bani Abbas. Akan tetapi karena kekuasaannya sangat singkat, Abu ja’far al-Manshur (754-775 M) yang banyak berjasa dalam membangun pemerintahan dinasti Bani Abbas. Pada tahun 762 M, Abu ja’far al-Manshur memindahkan ibukota dari Damaskus ke Hasyimiyah, kemudian dipindahkan lagi ke Baghdad dekat dengan Ctesiphon, bekas ibukota Persia. Oleh karena itu, ibukota pemerintahan Dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia.
Abu ja’far al-Manshur sebagai pendiri muawiyah setelah Abu Abbas al-Saffah, digambarkan sebagai orang yang kuat dan tegas, ditangannyalah Abbasiyah mempunyai pengaruh yang kuat. Pada masa pemerintahannya Baghdad sangatlah disegani oleh kekuasaan Byzantium. Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah, melanjutkan kekuasaan dinasti Umayah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad saw. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social dan budaya. Berdasarkan pola pemerintahan dan pola politik itu para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:
1.      Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
2.      Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama.
3.      Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
4.      Periode Keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani sejak dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
5.      Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Baghdad. (Choirul Rafiq. Sejarah Peradaban Islam.2009) (Dr. Yatim Badrie. Sejarah Peradaban Islam.1993)
2.      Sejarah Setting Sosial Masa Dinasti Abbasiyah
Popularitas dinasti  Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mun (813-833 M). kekayaan yang banyak di manfaatkan Harun Al-Rasyid untuk keperluan social. Rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak 800 orang dokter. Disamping itu pemandian-pemandian juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini, kesejahteraan social, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pemerintahan bani Umayah adalah pemerintahan yang memiliki wibawa yang besar sekali, meliputi wilayah yang amat luas, mulai dari negeri sind dan berakhir di negeri Spanyol. Ia demikian kuatnya sehingga apabila seseorang menyaksikannya, pasti akan berpendapat bahwa usaha mengguncangkannya adalah sesuatu yang tidak mudah bagi siapapun. Namun jalan yang ditempuh oleh pemerintahan Bani Umayyah, meskipun ia dipatuhi oleh sejumlah besar manusia yang takluk kepada kekuasaannya, tidak sedikitpun memperoleh penghargaan dan simpati dalam hati mereka. Itulah sebabnya belum sampai berlalu satu abad dari kekuasaan mereka, kaum Bani Abbas berhasil menggulingkan singgasananya dan mencampakannya dengan mudah sekali. Dan ketika singgasana itu terjatuh, demikian pula para rajanya, tidak seorangpun yang meneteskan air mata menangisi mereka.
Adapun penyebab keberhasilan kaum penganjur berdirinya Khilafah Bani Abbas ialah karena mereka berhasil menyadarkan kaum muslimin pada umumnya, bahwa Bani Abbas adalah keluarga yang paling dekat kepada Nabi saw, dan bahwasanya mereka akan mengamalkan al-Qur’an dan Sunnah rasul dan menegakkan syari’at Allah. Kalau dasar-dasar pemerintahan daulat Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al Abbas dan Abu ja’far Al-Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775-786 M), Harun al-Rasyid (786-809 M), al-Ma’mun (813-833 M), al-Mu’tashim (833-842 M), al-Wasiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M). Kalifah Harun al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang mencintai seni dan ilmu. Ia banyak meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan kalangan ilmuwan dan mempunyai apresiasi yang tinggi terhadap seni.
Al-Rasyid mengembangkan satu akademi Gundishapur yang didirikan oleh Anushirvan pada tahun 555 M. pada masa pemerintahannya lembaga tersebut dijadikan sebagai pusat pengembangan dan penerjemahan bidang ilmu kedokteran, obat dan falsafah. Dari gambaran diatas terlihat bahwa, Dinasti Bani Abbas pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. disinilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dan Bani Umayyah. (www.google.com “dinasti abbasiyah”)
3.      Perkembangan Intelektual (Sains dan Agama) dinasti Abbasiyah
Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahhan Harun ar-Rasyid, kemajuan intelektual pada waktu itu setidaknya dipengaruhi oleh dua hal yaitu:
1. Terjadinya Asimilasi antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pengaruh Persia pada saat itu sangat penting dibidang pemerintahan. selain itu mereka banyak berjasa dalam perkembangan ilmu falsafah dan sastera. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama Falsafah.
2. Gerakan Terjemah
Pada masa daulah ini usaha penerjemahan kitab-kitab asing dilakukan dengan giat sekali. Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum terutama di bidang astronomi, kedokteran, falsafah, kimia dan sejarah. Dari gerakan ini muncullah tokoh-tokoh Islam dalam ilmu pengetahuan, antara lain;
a. Bidang Falsafah: al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Sina, al-Ghazali,Ibnu Rusyid.
b. Bidang kedokteran: Jabir ibnu Hayan , Hunain bin Ishaq, Tabib bin Qurra ,Ar-Razi.
c. Bidang Matematika: Umar al-Farukhan , al-Khawarizmi.
d. Bidang Astronomi: al-Fazari, al-Battani, Abul watak, al-Farghoni dan sebagainya.
Dari hasil ijtihad dan semangat ingin tahu, maka para ahli pengetahuan, para alim ulama, berhasil menemukan berbagai keahlian berupa penemuan berbagai bidang-bidang ilmu pengetahuan, antara lain :
1. Ilmu Umum
a.Ilmu Falsafah
1) Al-Kindi (809-873 M) buku karangannya sebanyak 236 judul.
2) Al Farabi (meninggal tahun 916 M) dalam usia 80 tahun.
3) Ibnu Bajah (meninggal tahun 523 H)
4) Ibnu Thufail (meninggal tahun 581 H)
5) Ibnu Shina (980-1037 M). Karangan-karangan yang terkenal antara lain: Shafa, Najat, Qoman, Saddiya dan lain-lain
6) Al Ghazali (1085-1101 M). Dikenal sebagai Hujjatul Islam, karangannya: Al-Munqizh Minadl-Dlalal,Tahafutul Falasifah,Mizanul Amal,Ihya Ulumuddin dan lain-lain
7) Ibnu Rusd (1126-1198 M). Karangannya : Kulliyaat, Tafsir Urjuza, Kasful Afillah dan lain-lain
b. Bidang Kedokteran
1) Jabir bin Hayyan (meninggal 778 M). Dikenal sebagai bapak Kimia.
2) Hurain bin Ishaq (810-878 M). Ahli mata yang terkenal disamping sebagai penterjemah bahasa asing.
3) Thabib bin Qurra (836-901 M)
4) Ar Razi atau Razes (809-873 M). Karangan yang terkenal mengenai cacar dan campak yang diterjemahkan dalam bahasa latin.
c. Bidang Matematika
1) Umar Al Farukhan: Insinyur Arsitek Pembangunan kota Baghdad.
2) Al Khawarizmi: Pengarang kitab Al Gebra (Al Jabar), penemu angka (0).
d. Bidang Astronomi
Berkembang subur di kalangan umat Islam, sehingga banyak para ahli yang terkenal dalam perbintangan ini seperti :
1) Al Farazi : pencipta Astro lobe
2) Al Gattani/Al Betagnius
3) Abul meninggal : menemukan jalan ketiga dari bulan
4) Al Farghoni atau Al Fragenius
e. Bidang Seni Ukir
Beberapa seniman ukir terkenal: Badr dan Tariff (961-976 M) dan ada seni muzik, seni tari, seni pahat, seni sulam, seni lukis dan seni bangunan.
2. Ilmu Naqli
a. Ilmu Tafsir, Para mufassirin yang termasyur: Ibnu Jarir ath Tabary, Ibnu Athiyah al-Andalusy (meninggal 147 H), As Suda, Mupatil bin Sulaiman (meninggal 150 H), Muhammad bin Ishak dan lain-lain
b. Ilmu Hadist, Muncullah ahli-ahli hadist ternama seperti: Imam Bukhori (194-256 H), Imam Muslim (meninggal 231 H), Ibnu Majah (meninggal 273 H),Abu Daud (meninggal 275 H), At-Tarmidzi, dan lain-lain
c. Ilmu Kalam, Dalam kenyataannya kaum Mu’tazilah berjasa besar dalam menciptakan ilmu kalam, diantaranya para pelopor itu adalah: Wasil bin Atha’, Abu Huzail al Allaf, Adh Dhaam, Abu Hasan Asy’ary, Hujjatul Islam Imam Ghazali
d. Ilmu Tasawuf, Ahli-ahli dan ulama-ulamanya adalah : Al Qusyairy (meninggal 465 H). Karangannya : ar Risalatul Qusyairiyah, Syahabuddin (meninggal 632 H). Karangannya : Awariful Ma’arif, Imam Ghazali : Karangannya al Bashut, al Wajiz dan lain-lain.
e. Para Imam Fuqaha, Lahirlah para Fuqaha yang sampai sekarang aliran mereka masih mendapat tempat yang luas dalam masyarakat Islam. Yang mengembangkan faham/mazhabnya dalam zaman ini adalah: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal dan Para Imam Syi’ah (paket soal MTQ Jawa Barat “Fahmil Qur'an”)
4.      Perkembangan Corak Tafsir dan Hadits dinasti Abbasiyah
A.        Ilmu Tafsir
Pada masa kekuasaan dinasti Abbasiyah, perkembangan Ilmu Tafsir mencapai puncaknya. Masa itu dimulai dengan munculnya Musafir dari golongan Tabiin-tabiin yang masyur, diantaranya Imam Sufyan bin Uyainah, Waki Al-Jarrah, Syubah Al-Hajjaj, dan Zaid bin Harun. Mereka merupakan perintis jalan bagi Abu Ja’far Muhammad At-Tabari yang dianggap sebagai pemuka dari semua ahli tafsir sesudahnya. Berikut ini akan dikemukakan secara sekilas riwayat beberapa ahl tafsir yang hidup pada masa dinasti Abbasiyah :

a. Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Tabari
Dia terkenal dengan nama panggilan At-Tabari. Ia lahir di Bagdad Irak. Pertama kali ia pergi ke Ray dan berguru kepada Muhammad bin Humad Ar-Razi. Kemudian ia pindah ke Bagdad dan berguru kepada Imam Hanbali. Akan tetapi, Imam Hanbali telah meninggal sebelum ia sampai di sana. Ia lalu pergi ke Basra dan Kufah. Di Kufah ia menghafal 100.000 hadis dari Syekh Abu kuraib. Kemudian ia kembali ke Bagdad. Karya terbesar At-Tabari dibidang tafsir adlah sebuah kitab yang berjudul Jami’ al-Bayan fi Tafsir Al Qur’an. Disamping itu ia juga menghasilkan beberapa karya lain diantaranya Tarikh Ar –Rasul wa Al-Muluk, Tarikh Ar-Rijal dan Tahzib Al-Asar.
b. Fakhrudin Ar-Razi
Fakhrudin Ar-Razi memiliki nama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Umar bin Usain at-Taimi al-Bakri. Ia lahir di Ray, Iran pada tahun 1149 M dan meninggal di Herrat, Afganistan pada tahun 1209 M. Ia belajar filsafat pada 2 ulama besar yaitu Muhammad al-Bagaqi dan Majidin al Jilli. Ilmu kalam dipelajarinya dari Kamaludin as-Samani. Karya dalam ilmu tafsir adalah Mafalah al-Ga’ib dan tafsir Surah al-Fatihah.

B.        Ilmu Hadits
Perkembangan ilmu hadis pada masa Dinasti Abbasiyah terjadi pada periode ke -5 dan ke -6. Periode kellima merupakan periode pemurnian, penyehatan dan penyempurnaan yang berlangsung pada abad ke -4 Hijriyah, hingga abad ke -7 hijriyh saat penghancuran kota Bagdad. Berikut ini akan kita bahas perkembangan ilmu hadis pada dua periode tersebut.
Pada periode ini (periode V) permasalahan-permasalahan Hadis yang muncul pada periode sebelumnya mulai dipecahkan. Beberapa permasalahan itu, antaralain pemisahan Hadis Nabi saw. Dengan fatwa sahabat serta pemalsuan Hadis. Para ulama pda masa ini menghimpun dan membukukan hadis-hadis Nabi Muhammad saw. Kedalam buku hadis dan memisahkannya dari fatwa-fatwa sahabat. Hal itu dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :
Melawat kedaerah-daerah yang jauh guna menghimpun hadis dari para rawi membuat klasifikasi hadis meliputi :
·         Marfu’ , yaitu hadis yang disandarkan pada Nabi Muhammad saw.
·         Mauquf’ , yaitu hadis yang disandarkan pada sahabat
·         Maqtu’ yaitu hadis yang disandarkan pada tabiin
Menghimpun kritik hadis yang diarahkan kepada perawi. Dari hasil usaha tersebut, pada masa ini lahirlah buku-Buku hadis dalam corak yang lebih baru,yaitu kitab sahih, sunan dan musnad. Kitab sahih adalah kitab yang memuat hadis-hadis sahih saja. Kitab sunan adalah kitab yang memuat seluruh hadis , kecuali hadis yang daif dan mungkar ( sangat lemah ). Adapun kitab musnad adalah kitab yang memuat semua hadis, baik sahih, hasan maupun daif.
Usaha pemisahan hadis-hadis sahih dari hadis-hadis yang tidak sahih dirintis oleh seorang ulama besar yang bernama Ishaq bin Rahawaih, usaha itu dilanjutkan oleh Imam Al-Bukhori dan muridnya, Imam Muslim. Imam-imam hadis lainnya adalah Abu Dawud, At-tarmizi, An-Nasa’I, dan Ibnu Majah, mereka masing-masing menyusun kitab sunan. Adapun kitab musnad ditulis oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan Musa Al-Abbasi
1. Imam Al-Bukhori
Imam Al-Bukhori lahir di Bukhara tahun 810 M dan meninggal di Khar tanah tahun 870 M. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin al Mughiroh bin Bardizbah al Bukhori. Imam Al Bukhori berguru pada lebih 1.000 orang. Guru-guru tersebut mulai dari para ulama tabiin hinga siswa-siswa yang belajar bersama dengan Imam al-Bukhari. Kitab sahih al-Bukhari memuat 7.275 buah hadis dari sekitar 100.000 buah hadis yang diakuinya sahih. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap tentang suatu hadis dan orang yang meriwayatkannya, Imam Al-Bukhari melawat ke daerah Syam ( Suriah ), Mesir, Aljazair, Basra, Kufah, dan Bagdad. Ia juga menetap di Mekah dan Madinah selama 6 tahun. Dari usaha tersebut Imam Al-Bukhari berhasil mengumpulkan kurang lebih 600.000 hadis dan 300.000 hadis diantaranya berhasil ia hafal. Hadis-hadis yang dia hafal terdiri dari 200.000 hadis tidak sahih dan 100.000 hadis sahih. Imam Al-Bukhari juga menulis beberapa karya lain, diantaranya adalah At-Tarikh As-Sagir, At-Tarikh Al-Ausat, Tafsir Al-Musnad Al-Kabir, Kitab Al-Ilal, Kitab Ad-Du’afa, Asami As-Sahab, dan Kitab Al-Kuna.

2. Imam Muslim
Imam Muslim lahir di Nisabur pada tahun 817 M dan meninggal tahun 875 M di kota yang sama. Nama lengkapnya adalah Abu Al-Husain Muslim bin Hajjaj al Qusyairi an-Nisaburi.
Sejak usia 14 tahun, ia mendengarkan hadis-hadis dari syeh-syeh di negerinya. Setelah itu, ia pergi ke Hijaz, Irak, Suriah, Mesir, dan negeri-negeri lain untuk memperdalam ilmunya. Secara umum, guru-guru Imam Muslim sama dengan guru-guru Imam Al-Bukhari.
Karyanya yang terbesar adalah Al Jami’ As-Sahih Muslim yang lebih dikenal dengan sebutan Sahih Muslim yang memuat 300.000 hadis yang diketahuinya. (Drs.Facthur Rahman. Musthalahul Hadits)

KESIMPULAN
Begitulah sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah sampai pada kejayaan atau masa keemasan dinasti tersebut. Pada periode itulah umat muslim mencapai puncak kejayaan yang tak ada tandingannya. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam pada masa Khilafah Bani Abbasyaiyah mengalami puncak kejayaan. Ilmu-ilmu tersebut diantaranya ialah Ilmu Hadis, Ilmu Tafsir, Ilmu Fikih, Ilmu Tasawuf dan lain sebagainya . Hal itu dikarenakan banyak ulama-ulama besar yang berusaha untuk mengembangkannya demi kemaslahatan seluruh umat di dunia pada umumnya dan umat muslim pada khususnya .Untuk mencari dan mengembangkan ilmu - ilmu tersebut mereka para ulama mengadakan perjalanan ke berbagai negeri. Kemudian mereka juga menyusun berbagai kitab menurut bidangnya masing-masing. Hal ini menjadikan ilmu-ilmu tersebut terus berkembang hingga sekarang..









MATERI
PERKEMBANGAN SAINS DAN TAFSIR HADIS
PADA MASA DINASTI ABBASIYAH[17]

Pendahuluan
Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang keagamaan, ekonomi,sains, peradaban,dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab sehingga perkembangan di bidang tafsir  dan hadis cukup pesat .                    
  Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan,seperti halnya penggalian sains dan kedokteran  dari  berbagai  buku-buku yang sudah diterjemah dari bahasa yunani ke dalam bahasa arab . Bani Abbas mewarisi imperium besar Bani Umayah. Hal ini memungkinkan mereka dapat mencapai hasil lebih banyak, karena landasannya telah dipersiapkan oleh Daulah Bani Umayah yang besar. Makalah ini akan membahas tentang kemajuan ilmu pengetahuan pada masa dinasti abbasiyah,baik dalam ilmu-ilmu agama ataupun sains.
1.      Kemajuan Ilmu-Ilmu Agama
     Pada masa dinasti abbasyiah, kemajuan ilmu dan peradaban Era Abbasiyah ditandai dengan berkembangnya ilmu-ilmu keislaman, ilmu sosial dan sains. Di bidang ilmu-ilmu agama, pada masa Abbasiyah mencatat dimulainya sistematisasi beberapa cabang keilmuan seperti Tafsir, Hadits dan Fiqh. Khususnya sejak tahun 143 H, para ulama mulai menyusun buku dalam bentuknya yang sisitematis baik di bidang ilmu Tafsir, Hadits maupun Fiqh.
Diantara ulama tersebut yang terkenal adalah adalah Ibn Jurayj (w. 150 H) yang menulis kumpulan haditsnya di Mekah, Mālik ibn Anas (w. 171) yang menulis Al-Muwatta' nya di Madinah, Al-Awza`i di wilayah Syam, Ibn Abi `Urūbah dan Hammād ibn Salāmah di Basrah, Ma`mar di Yaman, Sufyān al-Tsauri di Kufah, Muhamad Ibn Ishāq (w. 151H)  yang menulis buku sejarah (Al-Maghāzi), Al-Layts ibn Sa’ad (w. 175H) serta Abū Hanīfah.
            Pada masa ini ilmu Tafsir menjadi ilmu mandiri yang terpisah dari ilmu Hadits. Buku tafsir lengkap dari al-Fātihah sampai al-Nās juga mulai disusun. Menurut catatan Ibn al-Nadīm yang pertama kali melakukan penyusunan tafsir lengkap tersebut adalah Yahya bin Ziyād al-Daylamy atau yang lebih dikenal dengan sebutan Al-Farrā. Tapi luput dari catatan Ibn al-Nadīm bahwa `Abd al-Razzāq ibn Hammam al-San`āni (w.211 H) yang hidup sezaman dengan Al-Farā juga telah menyusun sebuah kitab tafsir lengkap yang serupa.
            Tidak jauh berbeda dengan perkembangan yang dialami oleh ilmu Tafsir dan,  ilmu Hadits juga mengalami masa penting khususnya terkait dengan sejarah penulisan hadits-hadits Nabi yang memunculkan tokoh-tokoh yang telah disebutkan diatas seperti Ibn Jurayj, Mālik ibn Anas, juga al-Rabī` ibn Sabīh (w.160) dan Ibn Al-Mubārak (w. 181 H).
·      Perkembangan ilmu hadis pada masa Dinasti Abbasiyah terjadi pada periode ke -5 dan ke -6. Periode kellima merupakan periode pemurnian, penyehatan dan penyempurnaan yang berlangsung pada abad ke -4 Hijriyah, hingga abad ke -7 hijriyah saat penghancuran kota Bagdad. Berikut ini akan kita bahas perkembangan ilmu hadis pada dua periode tersebut.
·      Perkembangan ilmu hadist pada Periode Kelima
            Pada periode ini permasalahan-permasalahan Hadis yang muncul pada periode sebelumnya mulai dipecahkan. Beberapa permasalahan itu, antaralain pemisahan Hadis Nabi saw. Dengan fatwa sahabat serta pemalsuan Hadis. Para ulama pda masa ini menghimpun dan membukukan hadis-hadis Nabi Muhammad saw. Kedalam buku hadis dan memisahkannya dari fatwa-fatwa sahabat. Hal itu dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :
Melawat kedaerah-daerah yang jauh guna menghimpun hadis dari para rawi
Membuat klasifikasi hadis meliputi :
Marfu’ , yaitu hadis yang disandarkan pada Nabi Muhammad saw.
Mauquf’ , yaitu hadis yang disandarkan pada sahabat
Maqtu’ yaitu hadis yang disandarkan pada tabiin
Menghimpun kritik hadis yang diarahkan kepada perawi.
Dari hasil usaha tersebut, pada masa ini lahirlah buku-Buku hadis dalam corak yang lebih baru,yaitu kitab sahih, sunan dan musnad. Kitab sahih adalah kitab yang memuat hadis-hadis sahih saja. Kitab sunan adalah kitab yang memuat seluruh hadis , kecuali hadis yang daif dan mungkar ( sangat lemah ). Adapun kitab musnad adalah kitab yang memuat semua hadis, baik sahih, hasan maupun daif.
Usaha pemisahan hadis-hadis sahih dari hadis-hadis yang tidak sahih dirintis oleh seorang ulama besar yang bernama Ishaq bin Rahawaih, usaha itu dilanjutkan oleh Imam Al-Bukhori dan muridnya, Imam Muslim. Imam-imam hadis lainnya adalah Abu Dawud, At-tarmizi, An-Nasa’I, dan Ibnu Majah, mereka masing-masing menyusun kitab sunan. Adapun kitab musnad ditulis oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan Musa Al-Abbasi

2.      Kemajuan Sains Dan Teknologi
Kemajuan yang dicapai oleh umat Islam di Era Abbasiyah tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu agama, melainkan juga disertai dengan kemajuan ilmu-ilmu sains dan teknologi (`ulūm aqliyah).
Kemajuan yang dicapai pada era ini telah banyak memberikan sumbangan besar kepada peradaban manusia modern dan  sejarah ilmu pengetahun masa kini. Dalam bidang matematika misalnya, ada Muhamad ibn Mūsa al-Khawārizm, sang pencetus ilmu algebra. Algoritma, salah satu cabang matematika bahkan juga diambil dari namanya.
Astronomi juga merupakan ilmu yang mendapat perhatian besar dari kaum muslim era Abbasiyah dan didukung langsung oleh Khalifah Al-Mansūr yang juga sering disebut sebagai seorang astronom. Penelitian di bidang astronomi oleh kaum muslimin dimulai pada era Al-Mansūr ketika Muhamad ibn Ibrāhīm al-Fazāri menerjemahkan buku "Siddhanta" (yang berarti Pengetahuan melalui Matahari) dari bahasa Sanskerta ke bahasa Arab.
Pada era Hārūn al-Rashīd dan Al-Ma’mūn sejumlah teori-teori astronomi kuno dari Yunani direvisi dan dikembangkan lebih lanjut. Tokoh astronom muslim yang terkenal pada era Abbasiyah antara lain Al-Khawārizmi, Ibn Jābir Al-Battāni (w. 929), Abu Rayhān al-Biruni (w.1048) serta Nāsir al-Dīn al-Tūsi (w.1274). 
Sedangkan Ilmu fisika telah dikembangkan oleh Ibn Al-Haytsam atau yang dikenal di Barat dengan sebutan Alhazen. Beliau pula yang memegembangkan teori-teori awal metodologi sains ilmiyah melalui eksperimen (ujicoba). Untuk itu beliau diberi gelar sebagai the real founder of physics. Ibn al-Haytsam juga dikenalEra     Keemasan Dinasti Abbasiyah juga mencatat penemuan-penemuan dan inovasi penting yang sangat berarti bagi manusia. Salah satu diantaranya adalah pengembangan teknologi pembuatan kertas. Kertas yang pertama kali ditemukan dan digunakan dengan sangat terbatas oleh bangsa China berhasil dikembangkan oleh umat Muslim Era Abbasiyah, setelah teknologi pembuatannya dipelajari melalui para tawanan perang dari Cina yang berhasil ditangkap setelah meletusnya Perang Talas. Setelah itu kaum Muslim berhasil mengembangkan teknologi pembuatan kertas tersebut dan sebagai bapak ilmu optic, serta penemu teori tentang fenomena pelangi dan gerhana.
Di bidang ilmu kimia era Abbasiyah mengenal nama-nama semisal Jābir ibn Hayyān (atau Geber di Barat) yang menjadi pioner ilmu kimia modern. Selain itu ada Abu Bakr Zakariya al-Rāzi yang pertama kali mampu menjelaskan pembuatan asam garam (sulphuric acid) dan alkohol. Dari para pakar kimia muslim inilah sejumlah ilmuwan Barat seperti Roger Bacon yang memperkenalkan metode empiris ke Eropa dan Isaac Newton banyak belajar.
Dalam bidang kedokteran muncul tokoh-tokoh seperti al-Kindi yang pertama kali mendemonstrasikan penggunaan ilmu hitung dan matematika dalam dunia medis dan farmakologi. Atau juga Al-Rāzi yang menemukan penyakit cacar (smallpox), Al-Khawarizmi, Ibn Sina dan lain-lain. Disebutkan pula, sebagai bukti lain yang menggambarkan kemajuan ilmu kedokteran era Abbasiyah, bahwa pada zaman Khalifah Al-Muqtadir Billah (907-932M/295-390H) terdapat sekitar 860 orang yang berprofesi debagai dokter.
Penutup
Setelah pemaparan singkat mengenai sejarah Dinasti Abbasiyah, khususnya terkait kemajuan ilmu dan peradaban di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain bahwa sejarah peradaban Islam, melalui Dinasti Abbasiyah, telah berhasil menciptakan sebuah peradaban agung yang mampu menampilkan kemajuan-kemajuan baik di bidang ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu sains yang kemudian disumbangkan bagi peradaban manusia dan diwarisi oleh pemegang tampuk peradaban modern yaitu Barat.
Begitu pula di bidang agama,pada masa daulah abbasiyah mengalami kemajuan yang mempunyai peranan penting pada masa selanjutnya, seperti halnya di bidang tafsir dan hadis yang sampai saat ini kitab-kitab tafsir dan hadist yang di hasilkan oleh ulama masa abbasiah menjadi rujukan dan pedoman di dalam menafsirkan al-qur’an-hadist oleh ulama mutaakhirin.  
DAFTAR PUSTAKA
Ali. 2003. Sejarah Islam. Jakarta: Srigunting.
Maryam, Siti dkk. 2003. Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Modern. lesfi:Yogyakarta .

MATERI
SETTING SEJARAH SOSIAL  MASA DINASTI FATHIMIYYAH[18]

PENDAHULUAN
Apabila dikaji secara mendalam tentang aliran-aliran dalam Islam, maka akan ditemukan aliran Syi’ah . Aliran ini timbul akibat gejolak politik antar Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah ibn Abu Sufyan. Dalam Syi’ah terdapat sekte Imamiyah  yang menjadi embrio timbulnya sekte Ithna Ashar  dan sekte Imam Sab’ah atau yang lebih dikenal dengan sekte Isma’iliyah. Sekte Isma’iliyah mempunyai beberapa alira, salah satunya adalah aliran Fatimiyah.
Dalam perkembangan sejarahnya, aliran Syi’ah selalu menjadi golongan marginal, baik pada masa daulah Umaiyah maupun daulah Abasiyah, walaupun tatkala Daulah Abbasiyah berjuang dan berhasil mengambil alih kekuasaan dari bani Umayyah mempunyai andil besar. Baru pada tahun 172 Hijriyah/ 789 Masehi berdiri Dinasti Idrisiyah yang didirikan oleh Muhammad ibn Abdullah di Maroko. Dinasti Idrisiyah berkuasa sampai tahun 314 Hijriyah/ 926 Masehi. Kondisi marginalistik ini membangkitkan aliran Syi’ah dari sekte Isma’iliyah. Gerakan Isma’iliyah ini dipelopori oleh Abdullah ibn Isma’il bersifat gerakan bawah tanah (rahasia). Hal ini disebabkan antara lain sikap Khalifah Harun Al-Rashid yang ingin menangkapnya karena dituduh ingin merebut kekuasaannya. Konon, setelah menerima kabar akan penangkapan dirinya, Abdullah meloloskan dirinya dari Madinah ke kota Rayy dalam wilayah Iran Utara. Dari sinilah Abdullah mulai melancarkan gerakan bawah tanah yang terkenal dengan gerakan Isma’iliyah. Gerakan ini dimulai dengan kegiatan dakwah (propaganda). Doktrin yang didakwahkan antara lain bahwa Abdullah yang berhak menduduki Al-Mahdi (juru selamat manusia), menebalkan seorang khalifah (imam) untuk gerakan itu, menuntut berlangsungnya suatu revolusi social, membangun suatu system filasafat yang berdasarkan sebuah agama baru. ) Penyebaran doktrin ini dilaksanakan oleh paragon (da’i) dengan jaringan yang teroganisir secara rapi, sehingga gerakan Isma’iliyah ini merasa aman dan dirasakan cukup efektif, yang pada waktu singkat (sekitar 6 tahun) sudah meliputi Yaman, Bahrain, Sind, India, Mesir dan Afrika Utara.
            Sebenarnya sasaran dakwah gerakan Isma’iliyah itu masih termasuk dalam kekuasaan Daulah Abbasiyah, yang ketika itu posisi khalifah tidak hanya sebagai simbol dan daerah-daerah itu jauh dari pusat kekuasaan. Hal-hal yang demikian ini dimanfaatkan oleh Abdullah segera mendapat dukungan di kalangan masyarakat luas, termasuk para pembesar kerajaan tidak kurang dari sepuluh orang sudah menganut faham Syi’ah. Pada saat itu Afrika Utara dikuasai oleh Dinasti Aqhlabiyah. Pada tahun 296 Hijriyah/ 909 Masehi Dinasti Aqhlabiyah diperintah oleh Emir Abu Mudhari Ziadatullah yang bersifat glamour dan berfoya-foya. Sifatnya itu sangat tidak disukai rakyatnya, sehingga kesempatan ini dipergunakan oleh Abdullah untuk menyerangnya.
Dalam serangan ini Emir merasa terdesak dan melarikan diri ke pulau Sicilia. Dengan dikuasainya Afrika Utara ini kemudian diumumkan terbentuknya Dinasti Fatimiyah dan Abdullah sebagai Emirnya dengan gelar Abdullah A-Mahdi.

A.Sejarah dinasti Fatimiyah
Dinasti Fatimiyah mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW melalui jalur Fatimah Al-Zahra.
Dinasti Fathimiyah menganut aliran Isma’iliyah dari faham Syi’ah. Sekte Syi’ah sendiri sepanjang  sejarah menjadi masyarakat marginal baik pada masa Daulah Umayyah maupun Abbasiyah. Kemarginalan ini mendorong sekte Syi’ah untuk berjuang lebih keras agar dapat memperoleh  kekuasaan.
            Usaha untuk memperoleh kekuasaan disponsori oleh Ubaidillah Al-Mahdi dari aliran Isma’iliyah. Perjuangan Al-mahdi yang panjang dimulai dari pengasingannya di tanah Iran Utara. Dari sana ia mulai menghimpun kekuatan di bawah tanah selama kurang lebih enam tahun. Kegiatan di bawah tanah ini dijalankan melalui propaganda-propaganda (dakwah) dengan keramah tamahan dan kebaikan hati. Propaganda ini telah menarik simpati rakyat Afrika Utara sehingga Al-Mahdi dapat mengalahkan Dinasti Aghlabiyah di daerah Tunisia. Setelah dapat dikalahkan Al-Mahdi baru memproklamasikan Dinasti Fathimiyah yang berkuasa di sana. Dari Tunisia gerakan propaganda-propaganda dikembangkan sampai ke wilayah Mesir. Dan akhirnya wilayah Mesir dapat diduduki dan menjadikan kota Kairo sebagai ibu kota pemerintahan. Dinasti Fathimiyah mulai membangun kota Kairo sebagai pusat kebudayaan umat Islam dan peninggalan-peninggalannya dijadikan kajian-kajian di masa-masa yang akan datang.
Faham Syi’ah yang dianut oleh Dinasti Fathimiyah tidak dapat dijadikan faham rakyatnya sehingga sebagian besar rakyatnya menganut faham Sunni. Dalam perkembangannya Dinasti Fatimiyah mengalami perpecahan dalam tubuhnya sendiri sehingga tidak bias mengantisipasi ancaman yang datang dari luar. Kondisi yang lemah ini dimanfaatkan dengan baik oleh Salahuddin Al-Ayyubi untuk dapat menaklukkan Dinasti Fatimiyah di Mesir.
Dalam perjalanannya Bani Fathimiyah mempunayi 14 khalifah di Afrika ataupun Mesir antara tahun 909 – 1171, para khalifah tersebut adalah :

1. ‘Ubaidillah al Mahdi(909-924 M)
2. Al–Qa’im (924-946 M)
3. Al–Manshur   (946-953 M)
4. Al–Mu’izz (953-975 M)
5. Al–‘Aziz   (975-996 M)
6. Al–Hakim (996-1021 M)
7. Azh–Zhahir (1021-1036 M)
8. Al–Musthansir (1036-1094 M)
9. Al Musta’li (1094-1101 M)
          10.AlAmir (1101-1131 M)
11.Al–Hafizh (1131-1149 M)
12.Azh–Zhafir (1149-1154 M)
13.Al–Faiz (1154-1160 M)
14.Al–‘Adhid (1160–1171 M)
Pekerjaan Fathimiyah yang pertama adalah mengambil kepercayaan ummat Islam bahwa mereka adalah keturunan Fathimiah putri dan istri dari Ali bin Abi Thalib. Tugas yang selanjutnya diperankan oleh Muiz yang mempunyai seorang Jendral bernama Jauhar Sicily yang dikirim untuk menguasai Mesir sebagai pusat Dunia Islam zaman itu. Berkat perjuangan Jendar Jauhar, Mesir dapat direbut dalam masa yang pendek. Tugas utamanya adalah:
a.       Mendirikan ibu kota baru yaitu Kairo.
b.      Membina suatu universitas Islam yaitu Al-Azhar.
c.       Menyebarluaskan ideologi Fathimiyah, yaitu Syi`ah, ke Palestina, Syiria, dan Hijaz.

B. Setting Sejarah sosial masa dinasti Fathimiyah
Ketika kita berbicara sosial kita kan mendapatkan banyak hal yang harus di bahas tak lepas adalah politik dan seni karena kedua hal ini sangat mempengaruhi keadaan sosial suatu kaum, keadaan politik bani Fathimiyah berfaham syi’ah pada awalnya memang tidak begitu bagus namun setelah ke khalifahan pertama mulai dari sini massa perkembangan sosial bani yang menganut paham syi’ah marginal ini berawal, pada tahun 358 hingga 362 hijriyah, pada masa perkembangan sosial bani Fathimiyah, mereka menganut budaya demokratis mereka tidak memebeda-bedakan hak antara suku, agama, dan etnis.
Pergantian nama jabatan dari emri ke al-khalifah membuat pemerintahan bani Fathimiyah sejajar dengan pemerintahan Baghdad waktu itu.
Dengan demikian para pengikut bani Fathimiyah dapat hidup dengan rukun dan damai. Dengan keadaan sosial yang harmonis seperti ini bani Fathimiyah dapat berkembang dengan pesat ke seluruh penjuru dunia. Dalam bidang seni bani Fathimiyah juga termasuk ke khalifahan dengan peninggalannya yang cukup megah  antara lain :
1.   Masjid al- azhar, masjid   ini didirikan oleh al-Saqili pada tanggal 17 Ramadlan (970 M). Nama Al–Azhar diambil dari
al-Zahra, julukan  Fatimah, putri Nabi SAW dan  istri Ali bin Abi Thalib, imam  pertama Syi’ah.
2.  Dar   al-Hikmah   (Hall   of   Science),   yang   terinspirasi   dari   lembaga   yang   sama   yang didirikan oleh al-Ma’mun di Baghdad.

      Ini membuktikan keadaan sosial bani fathimiyah sangat lah tingggi hingga mereka dapat menciptakan sebuah masjid yang megah nantinya menjadi sebuah universitas terbesar yaitu universitas al-azhar, dan sebuah lembaga pemgembangan alira syi’ah.
Selain itu kekhalifahn bani fatimyah juga terkenal dengan istana dengan ukiran-ukiran yang bernilai seni tinggi.
C. Kondisi pengetahuan agama pada masa dinasti Fathimiyah
         Sumbangan Dinasti Fathimiyah dalam ilmu pengetahuan tidak sebesar  sumbangan Abbasiyah di Bagdad dan Umayyah di Spanyol. Masa ini kurang produktif dalam menghasilkan karya tulis dan ulama besar kecuali dalam dalam jumlah yang kecil, sekalipun banyak di antara khalifah dan para wazir menaruh perhatian dan penghormatan kepada para ilmuwan dan pujangga. Ibnu Khilis merupakan salah seorang wazir Fathimiyah yang sangat mempedulikan pengajaran. Ia mendirikan sebuah lembaga pendidikan dan memberinya subsidi besar setiap bulan. Pada masa ibnu Khilis ini di dalam istana Al-Aziz terdapat seorang fisakawan besar bernama At-Tamim. Al-Kindi sejarawan dan topographer terbesar hidup di fustat dan meninnggal di tahun 961 M. Pakar terbesar pada awal Fathimiyah adalah Qazdi An-Nu’man dan beberapa keturunanya yang menduduki jabatan Qadhi dan keagamaan tertinggi selama 50 tahun semenjak penaklukan mesir sampai pada masa pemerintahan Al-Hakim. Para qadhi ini tidak hanya pandai dalam bidang hukum,melainkan juga cakap dalam berbagai  disiplin pendidikan tinggi. Diantara pegawai pemerintahan pada masa Al-hakim terdapat seorang mesir yang berkraya dalam penulisan sejarah dan karya-karya lain tentang keislaman, syair, dan astrologi.
Diantara para khalifah Fathimiyah adalah tokoh pendidikan dan orang yang berperadaban tinggi. Al-Aziz termasuk diantara khalifah yang mahir di bidang syair dan mencintai kegiatan pengajaran. Ia telah mengubah masjid agung Al-Azhar menjadi sebuah lembaga pendidikan tinggi. Kekayaan dan kemakmuran Dinasti Fathimiyah dan besarnya perhatian para khalifahnya merupakan faktor pendorong para ilmuan untuk berpindah ke Kairo. Istana Al-Hakim dihiasi dengan kehadiran Ali bin Yunus, pakar terbesar dalam bidang astronomi, dan Ibnu Ali Al-Hasan bin Al-Haitami, seorang fisikawan muslim terbesar dan juga ahli di bidang optik. Selain mereka berdua terdapat sejumlah sastrawan dan ilmuan yang berkarya di istana Fathimiyah.
Khalifah Fathimiyah mendirikan sejumlah sekolah dan perguruan, mendirikan perpustakaan umum dan lembaga ilmu pengetahuan. Dar Al-Hikmah merupakan prakarsa dimaksudkan sebagai sarana penyebaran dan pengembangan ajaran Syi’ah Ismailliyah. Lembaga ini didirikan oleh khalifah al-Hakim pada tahun 1005 M. Al-Hakim juga besar minatnya dalm penelitian astronomi. Oleh karena itu, ia mendirikan lembaga observasi di bukit Al-Makattam. Lembaga observasi seperti ini juga didirikan di beberapa tempat lain.
Pada masa pemerintahan Al-Hakim, Al-Hakim mendirikan sejumlah masjid, perguruan, dan pusat observatori di Syiria. Di antara masjid yang dibangunnya terdapat sebuah masjid yang menjadi lambang kemajuan arsitektur yang indah. Pada tahun 1306 M, ia menyelesaikan pembangunan Dar Al-Hikmah (gedung pusat ilmu pengetahuan) sebagai sarana penyebaran teologi syi’ah. Sekaligus untuk kemajuan kegiatan pengajaran.
Dar Al-Hikmah dilengkapi dengan sebuah perpustakaan besar dan berada di dekat istana kerajaan. Gedung ini terbuka untuk umum. Di tempat inilah para penulis dan pemikir berkumpul. Kebudayaan Islam  berkembang pesat pada masa dinasti Fathimiyah, yang ditandai dengan berdirinya masjid  Al-Azhar. Masjid ini berfungsi sebagai pusat pengkajian islam dan ilmu pengetahuan.
ANALISIS
              Afrika Utara sampai tahun  850 dikuasai oleh bani Aghlab, meliputi wilayah Ifriqiyah (Tunisia) dan sebagian pualu Sisilia, merupakan negara bagian daulah Abbasiyah. Wilayah disebelah baratnya berkuasa bani Rustamiyah  di Aljazair  dan bani Idris di Maroko, sedangkan Spanyol berada dibawah kekuasaan bani Ummayah II. Semua dinasti ini berkuasa sampai tahun 909. Namun sesudah tahun 909 muncul sebuah dinamika baru, terbentuknya sebuah negara Fathimiyah di Tunisia.
            Gerakan yang membangkitkan negara baru ini merupakan gerakan bawah tanah yang tidak bisa ditelusuri secara jelas. Gerakan ini merupakan cabang dari Syi`ah Islamiyah, yang mengakui enam imim pertama Syi`ah Imamiyah namun berselisih mengenai imam yang ketujuh. Bagi kaum Imamiyah, Musa al-Kazim putra Ja`far al-Shidiq adalah imam yang ketujuh, sedangkan kaum Ismailiyah mengakiu Ismail putra Ja`far. Karena Ismail wafat lebih dahulu daripada bapaknya maka yang dinobatkan adalah Musa al-Kazim. Sementara menurut pengikut Ismail, hak atas Ismail sebsgai imim tidak bisa dipindahkan  kepada yang lain walau sudah meninggal.
          Sejak pemimpin ketujuh mereka mereka, Ismail meninggal tahun 260 H/873-874 M aktifitas aliran Ismailiyah dimulai. Karena khalifah-khalifah Abbasiyah mengadakan penyelidikan , golongan yang setia kepada Ismail bin Ja`far harus meninggalkan Salamiya, koya kecil diwilayah Hamah daerah Syiria menuju ke Afrika Utara. Abu Abdullah, seorang penganjur gerakan ini muncul pada akhir abad IX di antara suku Barbar  Kutama di Tunisia sekitar tahun 893. Menjelang tahun 909 ia sudah memperoleh banyak dukungan sehingga mampu mengusir dinasti Aghlabi dari ibu kota mereka dan menjadi penguasa. Abu Abdullah mengundang Ubaidillah yang diakui sebagai pemimpin gerakan datang ke Afrika Utara bergabung dengan mereka dan menempatkanya di bekas ibu kota Aghlabi. Ia diakui sebagai imim ai-Mahdi pada bulan Januari 910 M dan menjabat sebagai Amir al-Mu`minin.
Kedua gelar inilah yang membedakan antara kaum Fathimiyah dan dinasti lokal lainya. Golongan Fathimiyah tidak hanya menolak kekuasaan Abbasiyah tetai menyatakan bahwa merekalah sebenaranya saling berhak memerintah seluruh kerajaan Islam. Lagipula meraka mempunyai pendukung-pendukung di Suriah, Yaman, dan bagian-bagian wilayah Abbasiyah lainya, di samping golongan yang mempunyai pandangan yang sama dengan mereka.
DAFTAR PUSTAKA

Munir Amin, Samsul. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2009
Siti Marya, dkk. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Jurusan SPI Fak.Adab, 2003
Sunanto, Musyrifah, Prof, Dr, Hj.  Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Kencana, 2007



















MATERI
PROSES PENYEBARAN ISLAM DI ASIA TENGGARA[19]
PENDAHULUAN
Umat Islam merupakan penduduk mayoritas Asia Tenggara, menurut para ahli, islamisasi di kawasan ini berlangsung secara damai dan melalui proses panjang yang masih terus berlangsung sampai sekarang. Menurut sumber sejarah lain, masa awal sejarah Islam di Asia tenggara masih rumit. Karena, terdapat perbedaan-perbedaan dasar di kalangan para ahli dalam mengkaji Islam di Asia Tenggara, yang kadang-kadang sulit dipertemukan satu sama lain.[20]
Ditinjau dari aspek daerah Asia Tenggara yang berperan sebagai salah satu jalur perdagangan yang diminati oleh para pedagang. Jalur perdagangan itu masyhur dikenal sebagai jalur sutra laut yang membentang dari mulai Laut Merah – Teluk Persia – Gujarat – Bergal – Malabar – Semenanjung Malaka – hingga ke Cina.
Keseluruhan perjalanan sejarah umat Islam di Asia Tenggara  telah menyebabkan terjadinya pergumulan sekaligus akulturasi dan asimilasi dengan budaya lokal. Ketidaksesuaian antara Islam dengan elemen-elemen adat atau tradisi lokal yang ada, telah menimbulkan konflik. Namun, dengan adanya konflik teersebut, juga membuahkan budaya baru yang dinamis dan unik yaitu peradapan Islam di Asia Tenggara.
1.    Sejarah Penyebaran Islam di Asia Tenggara
Kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka, telah memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan internasional. Mulai abad VII dan VIII ( abad I dan II Hijriyah ), para muslim dari Persia dan Arab sudah turut serta dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri China.
Muslim pertama, Sa’ad bin Abi Waqash, adalah seorang mubaligh dan sahabat Nabi Muhammad SAW. Ia adalah pembawa agama Islam sekaligus pendiri masjid di Canton.
Apabila gambaran tentang kedatangan Islam di Asia Tenggara sejak abad VII sampai abad XI banyak berdasarkan berita-berita Cina, bukti-bukti arkeologis mengenai hal yang sama dikuatkan oleh penemuan beberapa nisan yang diperkirakan berasal dari abad XI. Sebagaimana, nisan itu bertuliskan huruf Arab dan nisan yang lain tulisannnya mirip tulisan Jawi ( Arab-Melayu ). Dari bukti arkeologis itu terlihat bahwa Islam telah datang di daerah Campa dan membentuk komunitas muslim sekitar abad XI.
Kedatangan Islam sejak abad VII sampai abad XII di beberapa daerah Asia Tenggara dapat dikatakan baru pada tahab pembentukan komunitas muslim yang mayoritas terdiri dari para pedagang. Abad XIII sampai abad XVI, terutama munculnya kerajaan bercorak Islam, merupakan kelanjutan dari penyebaran Islam. Pada gelombang pertama, penyebaran Islam menghadapi masyarakat kerajaan yang bercorak Hindu-Budha, yang masyarakatnya masih memiliki struktur pemerintahan semacam desa atau kesatuan desa dengan kepercayaan dinamisme dan animisme. Pada gelombang kedua, yang dimulai sejak abad XIII, penyebaran Islam lebih mantab dan luas. Hal ini bisa dilihat pada berdirinya kerajaan Islam pertama di Asia Tenggara pada abad XIII di pesisir Aceh Utara, tepatnya di Lhokseumawe.
Sejak kerajaan Samudera Pasai tubuh dan berkembang, yaitu sejak abad XIII sampai akhir abad XVI, pelayaran dan perdagagan antara muslim dari Arab, Persia, Irak, India Selatan, dan Sri langka semakin ramai. Mereka bukan hanya mendatangi ibukota Kerajaan Samuderai Pasai, tetapi juga meneruskan pelayaran dan perdagangan di kawasan Asia Tenggara.[21]
Penetrasi Islam secara kasar dapat dibagi ke dalam tiga tahap. Tahap pertama dimulai dengan kedatangan Islam yang kemudian diikuti dengan kemerosotan, akhirnya keruntuhan Kerajaan Majapahit dalam kurun abad ke-14 dan ke-15. Sejak datangnya kekuasaan kolonialisasi Belanda Indonesia, Inggris, di Semenanjung Malaya, dan Spanyol di Filipina, sampai awal abad ke – 19. Sedangkan tahap ketiga bermula awal abad ke 20 terjadi liberalisasi kebikjasanaan pemerintah kolonial, terutama Belanda di Indonesia. Dalam tahapan – tahapan ini kita akan melihat proses Islamisasi Asia Tenggara sampai mencapai tingkat seperti sekarang.
2.      Setting Sejarah Sosial Penyebaran Islam di Asia Tenggara
Penyebaran Islam di kawasan Asia Tenggara merangkum 11 negara (states) yaitu Indonesia, Malaysia, Muangthai, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Burma (Myanmar), Vietnam, Laos, Kamboja, dan Timor Leste. Dalam negara-negara tersebut terdapat lebih dari 378 etnis dan suku bangsa, 5 agama besar di dunia, beberapa bahasa ibu dan bahasa pengantar (Lingua Franca[22] ).
Kondisi sosial yang unik karena di dalamnya terkandung kultur yang beraneka warna adat budayanya. Bahkan, pada saat ini pun, kepercayaan nenek moyang atau sistem tradisional lainnya, seperti adat, masih kuat bertahan. Apa yang diambil masyarakat setempat dari sistem kepercayaan ini terutama unsur-unsur mistik dan metafisik. Demikian pula sistem adat dan tradisi pribumi sangat bersifat lokal, partikularistik dan divisif. Semua kenyataan ini membuat Islam yang bersifat universal itu lebih cepat diterima sebagai faktor integratif, identifikasi, dan mekanisme pertahanan diri dalam menghadapi penjajah.
          Di dalam struktur kota semacam ini ( kota pelabuhan yang merupakan pusat Islam yang dinamis), dimana ulama’ borjuis bermukim, terdapat ketergantungan timbal balik antara kegiatan perdagangan (merkantil) dengan pembangunan dan pemeliharaan lembaga-lembaga pendidikan Islam. Lembaga ini sangat penting bagi bertahannya karakter kota Islam dan juga bagi penyebaran Islam ke pedalaman dan pedesaan.
3.      Kondisi Pengetahuan Agama Pada Masa-masa Penyebaran Islam di Asia  Tenggara
Berdasarkan dari teori bahwa Islam pada dasarnya adalah urban ( perkotaan ) dan bahwa peradapan Islam pada hakikatnya adalah urban, Johns menyatakan bahwa Islamisasi Nusantara bermula dari kota – kota pelabuhan yang ada. ( perlu diketahui, kata “Nusantara” pada makalah ini bermaksud untuk menyebut seluruh wilayah Asia Tenggara) Di perkotaan itu sendiri, Islam adalah fenomena istana. Istana kerajaan menjadi pusat pengembangan intelektual Islam atas perlindungan peresmi, yang kemudian memunculkan tokoh-tokoh ulama  intelektual. Mereka mempunyai jaringan keilmuan yang luas baik dalam maupun luar negeri sehingga menunjang pengembangan Islam dan gagasan-gagasan mereka sendiri. Jaringan keilmuan semacam ini kemudian semakin diperkuat dan diperkaya terutama sejak abad ke-17 oleh tarekat-tarekat tasawuf yang berkembang luas di Nusantara. Karakter pengorganisasian yang inheren dalam jaringan semacam ini memberikan momentum yang terus menerus bagi pengembangan Islam.
4.      Perkembangan dan Corak Tafsir Hadits pada Masa Penyebaran Islam di Asia Tenggara
Pada masa penyebaran Islam di Asia Tenggara, terdapat proses konversi terhadap Islam dan peningkatan kesadaran dan upaya untuk lebih memahami dan mengamalkan Islam sesuai dengan doktrin –doktrin yang sebenarnya, yang bersih dari bid’ah dan pertempuran dengan unsur – unsur non Islami lainnya. Dalam istilah yang lebih populer, proses ini disebut sebagai kembali kepada Al Qur’an dan Hadits atau mengikuti praktek-praktek yang diamalkan oleh kaum Salaf di zaman klasik Islam. Proses ini menimbulkan sikap kepengikutan yang ketat pada syari’ah, sebagaimana diperinci dalam fiqh.
Kalangan masyarakat merkantilisme muslim di kota-kota pelabuhan yang memerlukan kepastian hukum dalam menjalankan perdagangan mereka yang bersifat internasional itu. Ketentuan-ketentuan syari’ah mengenai perdagangan cukup memadai untuk memberikan kepastian hukum, dan lebih lanjut keamanan dalam perdagangan. Milner membuktikan bahwa sejak awal kehadiran Islam, syari’ah telah membuktikan bahwa sejak awal kehadiran Islam, syari’ah telah diterima dan diterapkan oleh masyarakat-masyarakat muslim setempat, terlepas dari perbedaan – perbedaan tingkat pengkampanyeannya dan motivasi penguasa lokal untuk mendukung penerapannya itu.[23]
ANALISIS DAN KESIMPULAN
Ditinjau dari berbagai faktor, baik yang inheren di dalam Islam itu sendiri ataupun faktor-faktor sosial dan lain-lain, yang ditempuh masyarakat Asia Tenggara sejak kedatangan Islam sampai sekarang secara bersama-sama baik secara langsung maupun tidak, mempunyai andil masing-masing dalam proses Islamisasi sekaligus intensifikasi kesadaran keislaman. Sekelompok faktor-faktor kesejarahan yang kompleks itu terlalu rumit untuk bisa dijelaskan dengan suatu teori dan argumen tertentu. Karena, dengan memaksakan penerimaan atau berpegang teguh pada suatu teori tertentu hanya akan mengakibatkan pemikiran yang dangkal, dan dapat menjerumuskan dalam distorsi kesejarahan. Yang paling penting, muslim di Asia Tenggara tumbuh dalam kepaduan dan keyakinan mereka. Walaupun pada akhirnya, mereka menemukan jalan lain tetapi masih disepakati dalam koridor keislaman.
Sejarah telah membuktikan bahwa Islam sebagai agama universal mempunyai mekanisme yang khas di dalam dirinya, yang mampu mengakomodasikan setiap perkembangan yang ada tanpa harus mengorbankan eksistensinya sebagai agama wahyu. Proses Islamisasi yang dinamis mampu diterima oleh mayoritas penduduk Asia Tenggara. Islam di kawasan ini menyesuaikan dengan latar belakang budaya masyarakatnya. Proses yang berliku-liku menyebabkan perbedaan dalam tingkat penetrasi Islam di wilayah Asia Tenggara. Hal ini juga menimbulkan perbedaan di dalam penghayatan, pengamalan Islam di kalangan penganutnya. Tapi, satu hal lagi yang pasti, dinamika Islamisasi dan intensifikasi keislaman itu tidak pernah berhenti sampai sekarang dalam berbagai bentuk perwujudannya. Didukung minat pemuda-pemudi Islam dengan selalu haus pada ilmu pengetahuan yang terus meneliti tentang agamanya melalui lembaga pendidikan Islam atau media lainnya.
DAFTAR  PUSTAKA
Azra, Azyumardi. 1989. Perspektif  Islam di Asia Tenggara. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Saifullah. 2010. Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Nasucha, Yakub dkk. 2009. Bahasa Indonesia untuk Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta : Media Perkasa.
http://saku30.tripod.com/Bab7SEJ4.htm yang diakses pada tanggal 12 Oktober 2010.







[1] Alifin, Lasti, Zunadi Nur
[2] Haikal, Hayatu Muhammad, hal. 124.
[3] M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an /Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang,1990), hlm. 26-27.
[4] Haikal, Hayatu Muhammad, hlm. 126.
[5] Rus’an, Lintasan Sejarah Islam, hlm. 50
[6] Rus’an, Lintas Sejarah Islam, hlm. 53.
[7] Farukh, al-Arab wa al-Islam, hlm. 42
[8] Ibid, hlm. 47.
[9] Muzakkir, Nailul, Ida*
[10] Alif Kholifah, Rifki Hadi, Siti Atiqoh
[11] Said, Eko, Ali.**
[12] Ahmad Zakiya Ansori, Ujang Yana, Paryadi*
[13] Arda, Iva, Habibi. **
[14] Aan Arwani, Isro Malikaturrosyidah, Metta Puspitasari

[15] Ahmad Mudzakkir, Siti Khadijah Nurul Aula, Yulfani Aditama Ningrum****

[16] M. Nur Edy Faruqi, Ahmad Anwar, Lailatul Munawarah**
[17] Ubaidillah, Mega Tri Oktaviani, Sutomo****
[18] Ciptadi, Tia, Wafi ***
[19]  Novia Niken Zahrotin, Ramli Sa’bani.
[20] Diadaptasi dari http://saku30.tripod.com/Bab7SEJ4.htm yang diakses pada tanggal 12 Oktober 2010
[21]                Saifullah. 2010. Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
[22]                Lingua Franca adalah bahasa yang dipergunakan sebagai alat komunikasi sosial diantara orang-orang yang berlainan bahasanya.
[23]                Azra, Azyumardi. 1989. Perspektif  Islam di Asia Tenggara. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar