Kamis, 30 Desember 2010

IMAN VS FANATISME JAHILIYYAH

“ Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir, saling berkasih sayang dengan orang orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang orang itu bapak bapak, atau anak anak atau saudara saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang orang yang Allah telah tanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari pada-Nya.....”
---------------------------
” Keimanan umat muslim kembali diuji !,” demikian sepenggal kalimat yang terbersit dalam hati penulis, melihat kenyataan merebaknya silang pendapat dikalangan umat Islam pasca insiden monas yang terjadi pada tanggal 1juni lalu.

Sebagian dari mereka mendukung keberadaan Jemaat Ahmadiah di Indonesia, mereka beralasan, setiap warga negara memiliki hak dan kebebasan dalam beragama dan berkeyakinan, mereka pun berupaya melegitimasi dukungan terhadap ajaran pengikut Mirza Ghulam Ahmad tersebut dengan membentuk sebuah aliansi ( AKKBB ).

Sedangkan golongan terakhir, adalah mayoritas umat Islam yang di waliki oleh Front Pembela Islam ( FPI ) yang terus menyuarakan penolakannya terhadap keberadaan Ahmadiah di bumi nusantara ini, bahkan mereka meminta kepada pemerintah dalam hal ini Presiden RI, agar segera mengeluarkan KepRes, yang intinya membubarkan ajaran yang dinilai sesat dan menyimpang dari ajaran akidah yang benar tersebut, puncaknya pada tanggal 1 Juni 2008 yang lalu, ketegangan diantara kedua golongan itu akhirnya benar benar pecah, dan peristiwa ini akhirnya di kenal denagn insiden Monas 1 Juni 2008.

Kecaman yang bertubi tubi, tuduhan anarkhis, brutal dan masih banyak lagi kalimat senada dilontarkan oleh masyarakat dari berbagai lapisan menanggapi perbuatan sebagian anggota FPI yang terkesan ’kelewatan’ dalam merespon aksi yang di lancarkan oleh AKKBB yang pada waktu itu secara terang terangan membela keberadaan Jemaat Ahmadiah di Indonesia.

Sekedar mengambil hikmah dari kejadian di atas, kali ini penulis tidak dalam justifikasi atas perbuatan FPI benar atau salah terkait ’serangan balik’ mereka terhadap AKKBB yang tengah menyalahi aturan itu, namun penulis mengajak para pembaca yang budiman menela’ah lebih lanjut mengenahi maraknya tradisi aksi dukung mendukung serta aksi pembela’an satu kelompok terhadap kelompok lain yang akhir akhir ini benyak terjadi di sekitar kita. tentunya penela’ahan ini menurut prospektif al Qur’an dan as Sunnah.

Aksi pemberian dukungan terhadap kominitas lain, lantaran memiliki kesamaan sudut pandang, ras, suku maupun agama bukanlah hal baru, bahkan bisa dikatakan naluri fanatisme itu sejak lama telah tumbuh dalam diri manusia, kemungkinan besar keberadaanya itu hampir bersama’an dengan kebaeradaan manusia menjadi penghuni dunia ini. Meski terkesan suatu hal yang lumrah dan biasa terjadi, akan tetapi aksi dukung mendukung ini tidak bisa di anggap sepele,dan dapat berakibat fatal, apabila dalam pelaksan’annya nanti tidak selaras dengan ajaran al Qur’an.

Ada beberapa hal yang perlu di cermati, agar kita tidak lagi terjerembab kedalam lubang kesalahan dalam merespon setiap kejadian yang mirip dengan insiden monas tersebut.

Pertama, pahami dengan benar akar permasalahan yang ada, amat disayangkan kalau kita hanya bisa menanggapinya, sementara kita belum dapat memahaminya dengan benar, jangan hanya berbekal mendengar ucapan orang lain, kita dengan serta merta mendukung atau menolak tanpa mengetahui jelasnya duduk persoalan yang ada, tentunya benar dan tidaknya suatu masalah disini harus disesuaikan dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Sallam bersabda :

” cukup berdosa bagi seseorang yang senantiasa berkomentar, hanya sebatas apa yang ia dengar.”[sementara ia belum meyaqini kebenarannya] (HR. Abu Dawud dan Al Hakim dr Abu Hurairah ra )

Kedua, tidak sesekali membela atau menampakkan dukungan terhadap siapapun hanya berdasarkan fanatik golongan, kebangsaan, nasionalisme ataupun kemanusiaan, sementara fanatik terhadap Islam sendiri yang memang merupakan ajaran Nabi Saw. di campakkan begitu saja.

Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Sallam bersabda :

” Tiada kefanatikan (yang di anggap benar) kecuali terhadap Islam, dan barang siapa yang mati dalam kefanatikan ( selain kepada Islam), niscaya ia mati dalam keadaan jahiliyyah.”

Ketiga, hendaknya kita bersikap obyektif dan bijaksana dalam mencermati suatu masalah, artinya, kita tetap di tuntut membenarkan perbuatan orang lain selama mereka berjalan sesuai koridor agama, meskipun ia bukan dari pihak dan golongan kita, demikian sebaliknya, kita jangan sampai bersikap lemah atau bahkan terkesan menutupi orang yang melanggar hukum agama, hanya lantaran si pelanggar tersebut masih terhitung kelompok kita. Di riwayatkan dari sayyidah Aisyah ra, bahwa Baginda Rasul memberikan tauladan sikap adil terhadap umat dalam sabda beliau :


” sesunguhnya awal kebinasaan umat sebelum kalian adalah tatkala ada dari mereka orang terpandang melakukan pencurian, mereka membiarkannya saja, namun apabila ada orang yang lemah dari kalangan mereka mencuri, maka mereka segera memberikan sangsi hukum padanya. Demi Allah, andaikata Fatimah putri Muhammad itu mencuri, maka akulah yang akan memotong tangannya. ” ( HR. Bukhari Muslim )

Keempat, hindari perasaan percaya sepenuhnya terhadap perbuatan dan ucapan orang yang tidak beriman kepada Allah, sebab di dalam kitab suci al Qur’an umat muslim diminta untuk tidak banyak memiliki ’ikatan batin’ dengan orang orang yang menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai musuh mereka. Allah berfirman :

” Hai orang orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang orang orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tak henti hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu, mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh kami terangkan kepadamu ayat ayat kami jika kamu memahaminya.”
(QS. Ali Imran :118)
Juga Allah Ta’ala berfirman :

“ Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir, saling berkasih sayang dengan orang orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang orang itu bapak bapak, atau anak anak atau saudara saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang orang yang Allah telah tanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari pada-Nya.....” ( QS. Al Mujadilah: 22)

Sebagai ummat Islam, tentunya kita sangat berkeinginan memiliki iman serta kepribadian yang mendapat ’ tempat ’ di sisi Allah Ta’ala, yang sedemikian itu tidaklah dapat kita peroleh tanpa usaha, kita harus mau mengikuti aturan yang telah di legalkan dalam alqur’an dan senantisa berpijak kepada sunnah baginda Rasul. Sudah bukan prihal yang dapat dibanggakan lagi, kalau umat Islam yang mayoritas ini, masih saja membela seseorang atau golongan yang nyata nyata mendukung kepentingan pihak yang menjadikan Allah dan Rasulnya sebagai musuhnya.

Lagi pula di antara tanda tanda kesempurnaan iman seseorang tidak di temukan sedikitpun dalam hatinya rasa sayang dan cinta kepada kaum yang selalu melanggar perintah-Nya, sebagaimana Allah berfirman dalam surat al Mijadilah di atas. Wallahu A’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar